BAB IX
Usaha kecil dan
menengah
a.
Definisi
Usaha kecil dan menengah ( UKM )
adalah jenis usaha yang paling banyak jumlahnya di Indonesia , tetapi saat ini
batasan mengenai kriteria usaha kecil di Indonesia masih beragam . Pengertian
kecil dalam usaha kecil bersifat relative, sehingga perlu ada batasan yang
dapat menimbulkan definisi-definisi dari berbagai segi.
Menurut M.Tohar dalam bukunya
Membuat Usaha Kecil (1999:2) definisi usaha kecil dari berbagi segi adalah
sebagai berikut :
1. Berdasarkan total asset
Pengusaha kecil adalah pengusaha
yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.200.000.000 tidak termasuk tanah
dan bangunan dalam membuat usaha.
2. Berdasarkan total penjualan
Pengusaha kecil adalah pengusaha
yang memiliki hasil total penjualan bersih/tahun paling banyak
Rp.1.000.000.000.
3. Berdasarkan status kepemilikan
Pengusaha kecil adalah pengusaha
berbentuk perseorangan yang bisa berbadan hukum atau tidak berbadan hukum yang
didalamnya termasuk koperasi.
Adapun pengertian Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut :
1. Menurut
Departemen Keuangan
Usaha kecil adalah usaha produksi
milik keluarga atau perorangan WNI yang memiliki asset penjualan paling banyak
Rp. 1 miliar / tahun.
2. Menurut
Menteri Negara Koperasi dan UKM
Usaha kecil adalah usaha milik WNI
baik perorangan maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih
sebanyak-banyaknya Rp.200.000.000 dan mempuyai nilai output Rp.1.000.000.000
dan usaha tersebut berdiri sendiri.
3. Menurut
Bank Dunia ( World Bank )
Usaha kecil adalah usaha gabungan
atau usaha keluarga dengan tenaga kerja kurang dari 100 orang, termasuk di
dalamnya usaha yang hanya dikerjakan oleh satu orang yang sekaligus bertindak
sebagai pemilik. Usaha kecil merupakan usaha untuk mempertahankan hidup
yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala kecil.
World
Bank, membagi UKM ke dalam 3 jenis, yaitu :
1.
Medium Enterprise, dengan kriteria :
a)
Jumlah karyawan maksimal 300 orang
b)
Pendapatan setahun hingga sejumlah $ 15 juta
c)
Jumlah aset hingga sejumlah $ 15 juta
2.
Small Enterprise, dengan kriteria :
a)
Jumlah karyawan kurang dari 30 orang
b)
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 3 juta
c)
Jumlah aset tidak melebihi $ 3 juta
3.
Micro Enterprise, dengan kriteria :
a)
Jumlah karyawan kurang dari 10 orang
b)
Pendapatan setahun tidak melebihi $ 100 ribu
c)
Jumlah aset tidak melebihi $ 100 ribu
4. Menurut
ILO ( International Labour Organization )
Usaha kecil adalah usaha yang
mempekerjakan maksimal 10 orang dan menggunakan teknologi sederhana, asset
minim dan kemampuan manajerial rendah serta tidak membayar pajak.
Pengertian Usaha Kecil dan Menengah
( UKM ) dari berbagai literatur memiliki beberapa persamaan, sehingga dari
pendapat-pendapat tersebut dapat diambil satu kesimpulan bahwa Usaha Kecil dan
Menengah ( UKM ) adalah sebuah perusahaan baik berbadan hukum atau tidak , yang
memiliki tenaga kerja 1-100 orang lebih, milik WNI dengan total penjualan
maksimal Rp.1 miliar/tahun.
Klasifikasi UKM
Dalam perspektif
perkembangannya, UKM dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) kelompok yaitu :
1. Livelihood Activities, merupakan UKM yang digunakan sebagai
kesempatan kerja untuk mencari nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor
informal. Contohnya adalah pedagang kaki lima
2. Micro Enterprise, merupakan UKM yang memiliki sifat pengrajin
tetapi belum memiliki sifat kewirausahaan.
3. Small Dynamic Enterprise, merupakan UKM yang telah memiliki
jiwa kewirausahaan dan mampu menerima pekerjaan subkontrak dan ekspor
4. Fast Moving Enterprise, merupakam UKM yang telah memiliki
jiwa kewirausahaan dan akan melakukan transformasi menjadi Usaha Besar (UB)
b. Perkembangan
Jumlah Unit dan Tenaga Kerja di UKM
Selama tahun 1997-2001 jumlah unit
usaha dari semua skala mengalami peningkatan sebesar 430.404 unit dari
39.767.207 unit tahun 1997, menjadi 40.197.611 unit tahun 2001. Secara parsial,
kelompok unit usaha yang paling banyak adalah usaha kecil, yang jumlahnya tahun
1997 sebesar 39,7 juta unit lebih dan tahun 2001 diperkirakan mencapai 40 juta
unit lebih. Saat krisis ekonomi mencapai klimaksnya pada tahun 1998, usha dari
semua kategori mengalami pertumbuhan negatif, yang mana jumlah usaha kecil
sendiri berkurang hampir 3 juta unit atau pertumbuhan sekitar -7,4%. sedangkan,
usaha menengah dan usaha bersama mengalami pertumbuhan negatif lebih besar,
yakni masing-masing 14,2% dan 12,7%. Perbedaan ini mengidentifikasi bahwa usaha
menengah dan usaha bersama mengalami efek negatif lebih besar dibandingkan
usaha kecil dari krisis ekonomi.
Jumlah unit UKM bervariasi menurut
sektor, dan terutama usaha kecil terkonsentrasi di pertanian,
peternakan,kehutanan, dan perikanan. Tahun 1997, jumlah usaha kecil di sektor
tersebut tercatat 22.511.588 unit, dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi
23.097.871 unit, atau tumbuh 2,6% (dibandingkan usaha menengah yang tumbuh
1,2%) Variasi ini erat kaitanya dengan sifat alamiah yang berbeda antarsektor,
misal dalam aspek-aspek pasar (voleme, struktur, dan sistem atau pola
persaingan, perubahan harga, dan sistem distribusi); ketersedian input,
kebutuhan dan ketersediaan teknologi, SDM dan modal, kebijakan sektoral dan
ekonomi makro, dan bentuk serta tingkat persaingan antara sesama UKM dan antara
UKM dengan usaha bersama dan produk-produk impor.
Secara teori, perbedaan kinerja UKM
di sektor pertanian dengan kinerja UKM di sektor industri pengolahan dapat
dijelaskan dengan pendekatan analisis dari sisi penawaran dan sisi permintaan.
Dari sisi penawaran, UKM di sektor pertanian (atau usaha pertanian pada umumnya)
tidak mengalami supply bottleneck akibat depresi rupiah seperti yang banyak
dialami oleh UKM di sektor industri pengolahan. Alasan utamanya adalah karena
UKM di sektor pertanian tidak terlalu tergantung pada impor bahan baku dan
inputlainnya dan juga tidak pada kredit perbankan;
sedangkan di sektor industri
pengolahan banyak sekali UKM yang memakai bahan baku, alat-alat produksi dan
input lainnya yang diimpor, serta yang membiayai produksinya dengan pinjaman
dari bank atau daru usaha bersama lewat program-program kemitraan usaha yang
dipelopori pemerintah pada zaman Soeharto. Selain itu, selama krisis banyak
orang yang di PHK di sektor industri pengolahan, kembali ke desa asalnya dan
membuka pertanian skala kecil, dan ini tentu menambah jumlah unit UKM di sektor
tersebut. Dari sisi permintaan,pasar domestik untuk komoditi-komoditi pertanian
tetap besar,sekalipun pada masa krisis karena orang tetap harus makan;
sementara pasar luar negeri semakin terbuka karena daya saing harga dari
komoditi-komoditi petanian di indonesia mengalami peningkatan pada saat nilai
tukar rupiah mengalami penurunan.
Distribusi jumlah unit menurut skala
usaha dan sektor menunjukkan bahwa di satu sisi, UKM memiliki keunggulan atas
usaha bersama di pertanian, dan di sisi lain, dilihat dari jenis produk yang
dibuat, jenis teknologi dan alat-alat produksi yang dipakai, dan metode
produksi yang diterapkan, UKM di Indonesia pada umumnya masih dari kategori
usaha ‘primitif’. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan UKM di negara-negara
seperti Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan yang sangat unggul dalam produksi
barang-barang jadi maupun setengah jadi seperti komponen-komponen mesin,
otomotif, dan alat-alat elektronika.
UKM di Indonesia sangat penting
terutama dalam penciptaan/pertumbuhan kesempatan kerja, menunjukan bahwa
kelompok usaha ini mengerjakan jauh lebih banyak orang dibandingkan jumlah
orang yang bekerja di usaha bersama.Pentingnya UKM sebagai salah satu sumber
pertumbuhan kesempatan kerja di indonesia tidak hanya tercerminkan pada kondisi
statis, yakni jumlah orangyang bekerja di kelompok usaha tersebut yang jauh
lebih banyak daripada yang diserap oleh usaha bersama, tetapi juga dapat
dilihat pada kondisi dinamis, yakni dari laju kenaikannya setiap tahun yang
lebih tinggi daripada di usaha bersama. Di dalam kelompok UKM juga terdapat
perbedaan antara usaha kecil dan usaha menengah.
c. Nilai
Output dan Nilai Tambah
Peran UKM di Indonesia dalam bentuk
kontribusi output terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB cukup besar,
walaupun tidak sebesar kontribusinya terhadap penciptaan kesempatan kerja.
Kontribusi nilai output atau nilai tambah terhadap pembentukan PDB jauh lebih
besar dibandingkan kontribusi dari usaha menengah. Akan tetapi, perbedaan ini
tidak dikarenakan tingkat produktivitas di usaha kecil lebih tinggi daripada di
usaha menengah, melainkan lebih didorong oleh jumlah unit dan tenaga kerja yang
memang jauh lebih banyak di usaha kecil dibandingkan di usaha menengah dan
usaha bersama.
Dari data BPS (statistik Indonesia
2001) mengenai nilai output dan nilai tambah dari usaha kecil di sektor
industri manufaktur menurut kelompok industri (kode 31 s/d 39), ada beberapa
hal yang menarik. pertama, nilai output atau nilai tambah bervariasi menurut
subsektor, dan yang paling banyak (seperti juga ditunjukan oleh data dari
sumber lain) yakni makanan, dan minuman, dan tembakau (31),tekstil dan
produk-produknya (TPT), dan kulit serta produk-produknya(32), dan kaqyu beserta
produk-produknya (33), yang memberi suatu kesan bahwa IK dan IMI pada umumnya
lebih unggul di ketiga subsektor itu dibandingkan di subsektor-subsektor
lainnya. Kedua, di beberapa kelompok industri seperti 31 dan 33, nilai output
atau nilai tambah dari IMI lebih besar dibandingkan IK.
Sedangkan hasil SUSI (2000)
menyajikan data mengenai nilai produk bruto (nilai output), biaya antara, dan
upah serta gaji dari usaha tidak berbadan hukum. Dari selisih antara nilai
output dan biaya antara, bisa didapat suatu gambaran mengenai besarnya nilai
tambah yang diciptakan oleh kelompok usaha ini. Perdagangan besar,eceran, dan
rumah makan serta jasa akomodasi merupakan sektor dimana usaha tidak berbadan
hukum menghasilkan nilai output paling besar; disusul kemudian industri
pengolahan. Disektor terakhir ini, nilai output dari IMI sedikit lebih kecil
dibandingkan nilai output yang diciptakan oleh Ik. Didalam SUSI 2000, nilai
output dan perhitungan nilai tambahnya dari usaha tidak berbadan hukum juga di
jabarkan menurut wilayah.
d. Ekspor
Selain kontribusinya terhadap
pertumbuhan kesempatan kerja dan sebagai salah satu sumber penting pendapatan,
UKM di Indonesia juga sangat diharapkan karena memang mempunyai potensi besar
sebagai salah satu sumber penting perkembangan (diversifikasi) dan pertumbuhan
ekspor, khususnya ekspor manufaktur. Kemampuan UKM Indonesia untuk
merealisasikan potensi eskspornya ditentukan oleh suatu kombinasi dari sejumlah
faktor-faktor keunggulan relatif yang dimiliki UKM Indonesia atas
pesaing-pesaingnya, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam konteks ekonomi/
perdagangan internasional, pengertian dari keunggulan relatif dapat didekati
dengan keunggulan komperatif . Keunggulan komporatif yang dimiliki usaha kecil
Indonesia terutama sifatnya yang padat karya (dan Indonesia memiliki jumlah
tenaga kerja yang besar), keterampilan “Tradisional“ yang dimiliki pengusaha
kecil (dan pekerja-pekerja) dalam mambuat produk terutama barang-barang
kerajinan (yang merupakan keterampilan masyarakat yang sudah dimiliki lama dari
generasi ke generasi), dan bahan baku yang berlimpah (khususnya produk berbasis
pertanian). Sayangnya Usaha kecil di Indonesia relatif masih lemah terutama
dalam SDM di banding manajemen, pemasaran, proses produksi yang modern atau
lebih maju (diluar produksi secara tradisional), inovasi dan penguasaan
teknologi.
Hasil SUSI 2000, memberikan fakta
empiris mengenai banyaknya usaha tidak berbadan hukum yang melakukan ekspor
(secara langsung maupun tidak langsung lewat perantara seperti pedagang,
perusahaan perdagangan atau trading houses). Dari survei ini ada dua hal yang
menarik. Pertama, dari 14.948 unit yang melakukan penjualan kepasar luar negri
sebagian besar adalah dari kategori IK (13.191 unit), pola distribusi ini
memberi suatu indikasi bahwa Ik lebih berorientasi ekspor dibandingkan IMI. Hal
kedua yang menarik adalah bahwa dari 20.454 unit yang melakukan ekspor, tidak
semuanya menjual 100% dari produk mereka ke pasar luar negri. Ada yang
mengekspor sebagian kecil saja dari produk mereka dan sisanya dijual ke pasar
domestic.
Hasil SUSI 2000 juga memberikan
informasi mengenai distribusi dari 20.454 unit yang melakukan ekspor menurut
wilayah. Sebagian besar terdapat di jawa dan Bali, seperti yang di bahas
sebelumnya erat kaitannya dengan kenyataan bahwa populoasi dari usaha kecil di
Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Hal yang menarik dari data ini bahwa
tidak ada satu unit pun di kalimantan dan maluku serta Irian jaya yang
melakukan ekspor. Hal ini memberi kesan usaha kecil di kawasan Barat lebih maju
dan lebih berorientasi ekspor dibandingkan rekannya dikawasan Timur (kecuali
sulawesi dan nusa tenggara yang jumlahnya relatif kecil).
e. Prospek
UKM Dalam Era Perdagangan Bebas dan Globalisasi Perekonomian Dunia
Bagi setiap unit usaha dari semua
skala dan di semua sektor ekonomi, era
perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia di satu sisi akan
menciptakan banyak kesempatan. Namun disisi lain akan menciptakan bamyak
tantangan yang apabila tidak dapat dihadapi dengan baik akan menjelma menjadi
ancaman. Bentuk kesempatan dan tantangan yang akan muncul tentu akan berbeda
menurut jenis kegiatan ekonomi yang berbeda. Globalisasi perekonomian dunia
juga memperbesar ketidakpastian terutama karena semakin tingginya mobilisasi
modal, manusia, dan sumber daya produksi lainnya serta semakin terintegrasinya
kegiatan produksi, investasi dan keuangan antarnegara yang antara lain dapat
menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi di suatu wilayah akibat pengaruh langsung
dariketikstabilan ekonomi di wilayah lain.
Soal Bab IX
1. Dibawah
ini yang merupakan pengertian usaha kecil menurut Bank Dunia adalah...
a. usaha produksi milik keluarga atau
perorangan WNI yang memiliki asset penjualan paling banyak Rp. 1 miliar /
tahun.
b. usaha yang mempekerjakan maksimal 10
orang dan menggunakan teknologi sederhana, asset minim dan kemampuan manajerial
rendah serta tidak membayar pajak
c. usaha untuk mempertahankan
hidup yang kebutuhan keuangannya dipenuhi oleh tabungan dan pinjaman berskala
kecil *
d. usaha milik WNI baik perorangan
maupun berbadan hukum yang memiliki kekayaan bersih sebanyak-banyaknya
Rp.200.000.000 dan mempuyai nilai output Rp.1.000.000.000 dan usaha tersebut
berdiri sendiri.
2. UKM yang digunakan sebagai kesempatan kerja untuk mencari
nafkah, yang lebih umum dikenal sebagai sektor informal merupakan pengertian
dari...
a. Livelihood Activities *
b. Small Dynamic Enterprise
c. Fast Moving Enterprise
d. Micro Enterprise
3. Seberapa besara peningkatan unit usaha ditahun 1997 – 2001...
a. 767.207 unit
b. 430.404 unit *
c. 403.404 unit
d. 304.404 unit
4. Apa
penyebab kontribusi
nilai output atau nilai tambah terhadap pembentukan PDB jauh lebih besar
dibandingkan kontribusi dari usaha menengah
a. biaya antara, dan upah serta gaji
dari usaha tidak berbadan hukum
b. tingkat produktivitas di usaha kecil
lebih tinggi daripada di usaha menengah
c. IMI sedikit lebih kecil dibandingkan
nilai output
d. didorong oleh jumlah unit dan tenaga
kerja yang memang jauh lebih banyak di usaha kecil dibandingkan di usaha
menengah dan usaha bersama *
5. Dibawah ini ancaman yang akan di
hadapi saat era perdagangan bebas dan globalisasi perekonomian dunia, keculi...
a. semakin terintegrasinya kegiatan
produksi, investasi dan keuangan antarnegara
b. menimbulkan gejolak-gejolak ekonomi
di suatu wilayah
c. menciptakan banyak unit unit usaha *
d. semakin tingginya mobilisasi modal,
manusia, dan sumber daya produksi lainnya
BAB
X
Perdagangan
luar Negeri
a.
Teori
Perdagangan Internasional
I.
TEORI KLASIK
- Absolute
Advantage dari Adam Smith
Teori Absolute Advantage lebih
mendasarkan pada besaran/variabel riil bukan moneter sehingga sering dikenal
dengan nama teori murni (pure theory) perdagangan internasional. Murni dalam
arti bahwa teori ini memusatkan perhatiannya pada variabel riil seperti
misalnya nilai suatu barang diukur dengan banyaknya tenaga kerja yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang. Makin banyak tenaga kerja yang
digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut (Labor Theory of value )
Teori absolute advantage Adam Smith yang
sederhana menggunakan teori nilai tenaga kerja, Teori nilai kerja ini bersifat
sangat sederhana sebab menggunakan anggapan bahwa tenaga kerja itu sifatnya
homogeny serta merupakan satu-satunya factor produksi. Dalam kenyataannya
tenaga kerja itu tidak homogen, factor produksi tidak hanya satu dan mobilitas
tenaga kerja tidak bebas. dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut:
Misalnya hanya ada 2 negara, Amerika dan Inggris memiliki faktor produksi
tenaga kerja yang homogen menghasilkan dua barang yakni gandum dan pakaian.
Untuk menghasilkan 1 unit gandum dan pakaian Amerika membutuhkan 8 unit tenaga
kerja dan 4 unit tenaga kerja. Di Inggris setiap unit gandum dan pakaian
masing-masing membutuhkan tenaga kerja sebanyak 10 unit dan 2 unit.
Banyaknya Tenaga Kerja yang Diperlukan untuk Menghasilkan
per Unit
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
8
|
10
|
Pakaian
|
4
|
2
|
Dari tabel diatas nampak bahwa
Amerika lebih efisien dalam memproduksi gandum sedang Inggris dalam produksi
pakaian. 1 unit gandum diperlukan 10 unit tenaga kerja di Inggris sedang di
Amerika hanya 8 unit. (10 > 8 ). 1 unit pakaian di Amerika memerlukan 4 unit
tenaga kerja sedang di Inggris hanya 2 unit. Keadaan demikian ini dapat
dikatakan bahwa Amerika memiliki absolute advantage pada produksi gandum dan
Inggris memiliki absolute advantage pada produksi pakaian. Dikatakan absolute
advantage karena masing-masing negara dapat menghasilkan satu macam barang
dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain.
Kelebihan dari teori Absolute advantage
yaitu terjadinya perdagangan bebas antara dua negara yang saling memiliki
keunggulan absolut yang berbeda, dimana terjadi interaksi ekspor dan impor hal
ini meningkatkan kemakmuran negara. Kelemahannya yaitu apabila hanya satu
negara yang memiliki keunggulan absolut maka perdagangan internasional tidak
akan terjadi karena tidak ada keuntungan.
- Comparative
Advantage : JS Mill
Teori ini menyatakan bahwa suatu
Negara akan menghasilkan dan kemudian mengekspor suatu barang yang memiliki
comparative advantage terbesar dan mengimpor barang yang dimiliki comparative
diadvantage(suatu barang yang dapat dihasilkan dengan lebih murah dan mengimpor
barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan ongkos yang besar )
Teori ini menyatakan bahwa nilai
suatu barang ditentukan oleh banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan untuk
memproduksi barang tersebut. Contoh :
Produksi 10 orang dalam 1 minggu
Produksi
|
Amerika
|
Inggris
|
Gandum
|
6
bakul
|
2
bakul
|
Pakaian
|
10
yard
|
6
yard
|
Menurut teori ini perdagangan antara Amerika dengan Inggris
tidak akan timbul karena absolute advantage untuk produksi gandum dan pakaian
ada pada Amerika semua. Tetapi yang penting bukan absolute advantagenya tetapi
comparative Advantagenya.
Besarnya comparative advantage untuk Amerika , dalam
produksi gandum 6 bakul disbanding 2 bakul dari Inggris atau =3 : 1. Dalam
produksi pakaian 10 yard dibanding 6 yard dari Inggris atau 5/3 : 1. Disini
Amerika memiliki comparative advantage pada produksi gandum yakni 3 : 1 lebih
besar dari 5/3 : 1.
Untuk Inggris, dalam produksi gandum 2 bakul disbanding 6
bakul dari Amerika atau 1/3 : 1. Dalam produksi pakaian 6 yard dari
Amerika Serikat atau = 3/5: 1. Comparative advantage ada pada produksi pakaian
yakni 3/5 : 1 lebih besar dari 1/3 : 1. Oleh karena itu perdagangan akan timbul
antara Amerika dengan Inggris, dengan spesialisasi gandum untuk Amerika dan
menukarkan sebagian gandumnya dengan pakaian dari Inggris. Dasar nilai
pertukaran (term of Trade ) ditentukan dengan batas – batas nilai tujar masing
– masing barang didalam negeri.
Kelebihan untuk teori comparative advantage ini adalah dapat
menerangkan berapa nilai tukar dan berapa keuntungan karena pertukaran dimana
kedua hal ini tidak dapat diterangkan oleh teori absolute advantage.
II.
COMPARATIVE COST DARI DAVID RICARDO
1.
Cost Comparative Advantage ( Labor efficiency )
Menurut teori cost comparative advantage (labor efficiency),
suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan internasional jika
melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana Negara tersebut
dapat berproduksi relative lebih efisien serta mengimpor barang di mana negara
tersebut berproduksi relative kurang/tidak efisien. Berdasarkan contoh
hipotesis dibawah ini maka dapat dikatakan bahwa teori comparative advantage
dari David Ricardo adalah cost comparative advantage.
Data
Hipotesis Cost Comparative
Negara
Produksi
|
1
Kg gula
|
1
m Kain
|
Indonesia
|
3
hari kerja
|
4
hari kerja
|
China
|
6
hari kerja
|
5
hari kerja
|
Indonesia memiliki keunggulan absolute dibanding Cina untuk
kedua produk diatas, maka tetap dapat terjadi perdagangan internasional yang
menguntungkan kedua Negara melalui spesialisasi jika Negara-negara tersebut memiliki
cost comparative advantage atau labor efficiency.
Berdasarkan perbandingan Cost Comparative advantage
efficiency, dapat dilihat bahwa tenaga kerja Indonesia lebih effisien
dibandingkan tenaga kerja Cina dalam produksi 1 Kg gula ( atau hari kerja ) daripada
produksi 1 meter kain ( hari bkerja) hal ini akan mendorong Indonesia melakukan
spesialisasi produksi dan ekspor gula.
Sebaliknya tenaga kerja Cina ternyata lebih effisien
dibandingkan tenaga kerja Indonesia dalam produksi 1 m kain ( hari kerja ) daripada
produksi 1 Kg gula ( hari kerja) hal ini mendorong cina melakukan spesialisasi
produksi dan ekspor kain.
2.
Production Comperative Advantage ( Labor produktifiti)
Suatu Negara akan memperoleh manfaat dari perdagangan
internasional jika melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang dimana
negara tersebut dapat berproduksi relatif lebih produktif serta mengimpor
barang dimana negara tersebut berproduksi relatif kurang / tidak produktif
Walaupun Indonesia memiliki keunggulan absolut dibandingkan
cina untuk kedua produk, sebetulnya perdagangan internasional akan tetap dapat
terjadi dan menguntungkan keduanya melalui spesialisasi di masing-masing negara
yang memiliki labor productivity. kelemahan teori klasik Comparative Advantage
tidak dapat menjelaskan mengapa terdapat perbedaan fungsi produksi antara 2
negara. Sedangkan kelebihannya adalah perdagangan internasional antara dua
negara tetap dapat terjadi walaupun hanya 1 negara yang memiliki keunggulan
absolut asalkan masing-masing dari negara tersebut memiliki perbedaan dalam
cost Comparative Advantage atau production Comparative Advantage.
Teori ini mencoba melihat kuntungan atau kerugian dalam
perbandingan relatif. Teori ini berlandaskan pada asumsi:
- Labor Theory of Value, yaitu
bahwa nilai suatu barang ditentukan oleh jumlah tenaga kerja yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang tersebut, dimana nilai barang yang
ditukar seimbang dengan jumlah tenaga kerja yang dipergunakan untuk
memproduksinya.
- Perdagangna internasional
dilihat sebagai pertukaran barang dengan barang.
- Tidak diperhitungkannya biaya
dari pengangkutan dan lain-lain dalam hal pemasaran
- Produksi dijalankan dengan
biaya tetap, hal ini berarti skala produksi tidak berpengaruh.
Faktor produksi sama sekali tidak mobile antar negara. Oleh karena itu ,
suatu negara akan melakukan spesialisasi dalam produksi barang-barang dan
mengekspornya bilamana negara tersebut mempunyai keuntungan dan akan
mengimpor barang-barang yang dibutuhkan jika mempunyai kerugian dalam
memproduksi.
Paham klasik dapat menerangkan comparative advantage yang
diperoleh dari perdagangan luar negeri timbul sebagai akibat dari perbedaan
harga relatif ataupun tenaga kerja dari barang-barang tersebut yang diperdagangkan.
III.
TEORI MODERN
Teori Heckscher-Ohlin (H-O) menjelaskan beberapa pola
perdagangan dengan baik, negara-negara cenderung untuk mengekspor barang-barang
yang menggunakan faktor produksi yang relatif melimpah secara intensif
Menurut Heckscher-Ohlin, suatu negara akan melakukan
perdagangan dengan negara lain disebabkan negara tersebut memiliki keunggulan
komparatif yaitu keunggulan dalam teknologi dan keunggulan faktor produksi.
Basis dari keunggulan komparatif adalah:
1. Faktor endowment, yaitu kepemilikan faktor-faktor produksi didalam suatu
negara.
2. Faktor intensity, yaitu teksnologi yang digunakan didalam proses produksi,
apakah labor intensity atau capital intensity.
A.
The Proportional Factors Theory
Teori modern Heckescher-ohlin atau teori H-O menggunakan dua
kurva pertama adalah kurva isocost yaitu kurva yang menggabarkan total biaya
produksi yang sama. Dan kurva isoquant yaitu kurva yang menggabarkan total
kuantitas produk yang sama. Menurut teori ekonomi mikro kurva isocost akan bersinggungan
dengan kurva isoquant pada suatu titik optimal. Jadi dengan biaya tertentu akan
diperoleh produk yang maksimal atau dengan biaya minimal akan diperoleh
sejumlah produk tertentu.
Analisis
teori H-O :
a.
Harga atau biaya produksi suatu barang akan ditentukan oleh jumlah atau
proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing Negara
b.
Comparative Advantage dari suatu jenis produk yang dimiliki masing-masing
negara akan ditentukan oleh struktur dan proporsi faktor produksi yang
dimilkinya.
c.
Masing-masing negara akan cenderung melakukan spesialisasi produksi dan
mengekspor barang tertentu karena negara tersebut memilki faktor produksi yang
relatif banyak dan murah untuk memproduksinya
d.
Sebaliknya masing-masing negara akan mengimpor barang-barang tertentu karena
negara tersebut memilki faktor produksi yang relatif sedikit dan mahal untuk
memproduksinya
Kelemahan dari teori H-O yaitu jika jumlah atau proporsi faktor produksi yang
dimiliki masing-masing negara relatif sama maka harga barang yang sejenis akan
sama pula sehingga perdagangan internasional tidak akan terjadi.
B.
Paradoks Leontief
Wassily Leontief seorang pelopor utama dalam analisis
input-output matriks, melalui study empiris yang dilakukannya pada tahun 1953
menemukan fakta, fakta itu mengenai struktur perdagangan luar negri (ekspor dan
impor). Amerika serikat tahun 1947 yang bertentangan dengan teori H-O sehingga
disebut sebagai paradoks leontief
Berdasarkan penelitian lebiih lanjut yang dilakukan ahli
ekonomi perdagangan ternyata paradox liontief tersebut dapat terjadi karena
empat sebab utama yaitu :
a.
Intensitas faktor produksi yang berkebalikan
b.
Tariff and Non tariff barrier
c.
Pebedaan dalam skill dan human capital
d.
Perbedaan dalam faktor sumberdaya alam
Kelebihan dari teori ini adalah jika suatu negara memiliki
banyak tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih banyak. Sebaliknya jika
suatu negara kurang memiliki tenaga kerja terdidik maka ekspornya akan lebih
sedikit.
C.
Teori Opportunity Cost
Opportunity Cost digambarkan sebagai production possibility
curve ( PPC ) yang menunjukkan kemungkinan kombinasi output yang dihasilkan
suatu Negara dengan sejumlah faktor produksi secara full employment. Dalam hal
ini bentuk PPC akan tergantung pada asusmsi tentang Opportunity Cost yang
digunakan yaitu PPC Constant cost dan PPC increasing cost
D.
Offer Curve/Reciprocal Demand (OC/RD)
Teori Offer Curve ini diperkenalkan oleh dua ekonom inggris
yaitu Marshall dan Edgeworth yang menggambarkan sebagai kurva yang menunjukkan
kesediaan suatu Negara untuk menawarkan/menukarkan suatu barang dengan barang
lainnya pada berbagai kemungkinan harga.
Kelebihan dari offer curve yaitu masing-masing Negara akan
memperoleh manfaat dari perdagangan internasional yaitu mencapai tingkat
kepuasan yang lebih tinggi.
Permintaan dan penawaran pada faktor produksi akan menentukan harga factor
produksi tersebut dan dengan pengaruh teknologi akan menentukan harga suatu
produk. Pada akhirnya semua itu akan bermuara kepada penentuan comparative
advantage dan pola perdagangan (trade pattern) suatu negara. Kualitas sumber
daya manusia dan teknologi adalah dua faktor yang senantiasa diperlukan untuk
dapat bersaing di pasar internasional. Teori perdagangan yang baik untuk diterapkan
adalah teori modern yaitu teori Offer Curve.
b.
Perdagangan Ekspor Indonesia
a.
Komoditi Ekspor Indonesia
Sepuluh
komoditi ekspor utama Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), produk
hasil hutan, elektronik, karet dan produk karet, sawit dan produk sawit,
otomotif, alas kaki, udang, kakao dan kopi. Namun, pasar internasional semakin
kompetitif sehingga sepuluh komoditas ekpor utama Indonesia terdiversifikasi.
Komoditas lainnya, yaitu makanan olahan, perhiasan, ikan dan produk ikan,
kerajinan dan rempah-rempah, kulit dan produk kulit, peralatan medis,minyak
atsiri, peralatan kantor dan tanaman obat.
Pada
tahun 2011, industri menyumbang US$ 122 miliar atau sebesar 60 persen dari
total nilai ekspor. Sektor nonmigas lainnya, yaitu pertanian dan pertambangan,
masing-masing menyumbang 2,54 persen dan 17,02 persen dari keseluruhan ekspor.
Sementara itu ekspor sektor migas hanya mencapai US$ 41 miliar atau sebesar
20,43 persen dari total ekspor.
Komposisi komoditas ekspor Indonesia
tahun 2011
Komoditas
|
Nilai
|
Persentase
|
Hasil
Industri non migas
|
US$
122 miliar
|
60%
|
Industri
Migas
|
US$
41 miliar
|
20,43%
|
|
|
|
Pertambangan
non migas
|
US$
34 miliar
|
17,02%
|
Pertanian
|
US$3,1
miliar
|
2,54%
|
b.
Ekspor Indonesia dari tahun ke tahun
Ekspor Indonesia
setahun
|
Tahun
|
US$25,9 miliar
|
1990
|
US$36,50 miliar
|
1993
|
US$42,16 miliar
|
1994
|
US$47,75 miliar
|
1995
|
US$52,03 miliar
|
1996
|
US$56,16 miliar
|
1997
|
US$65,4 miliar
|
2000
|
US$58,7 miliar
|
2001
|
US$71,58 miliar
|
2004
|
US$85,56 miliar
|
2005
|
US$100.79 miliar
|
2006
|
US$114.10 miliar
|
2007
|
US$137,02 miliar
|
2008
|
US$116,5 miliar
|
2009
|
US$157,7 miliar
|
2010
|
US$203.62 miliar
|
2011
|
US$190.03 miliar
|
2012
|
Tingkat
Daya Saing
Daya saing merupakan
salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara di dalam perdagangan
internasional. Berdasarkan badan pemeringkat daya saing dunia, IMD World
Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing Indonesia sangat
menyedihkan. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) adalah sebuah
laporan mengenai daya saing negara yang dipublikasikan sejak tahun 1989. Pada
tahun 2000, posisi daya saing Indonesia menduduki peringkat 43 dari 49 negara.
Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia semakin menurun, yaitu menduduki
peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi daya saingnya masih menduduki
posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun 2003, posisi daya saingnya malah
makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57. Tahun 2004 menduduki peringkat
58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58. Tahun 2006 Indonesia telah
menduduki posisi 60.
Tabel
I.1 Posisi Daya Saing Indonesia
Negara
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
USA
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Singapura
|
2
|
3
|
8
|
4
|
2
|
3
|
3
|
Malaysia
|
26
|
28
|
24
|
21
|
16
|
28
|
23
|
Korea
|
29
|
29
|
29
|
37
|
35
|
29
|
38
|
Jepang
|
21
|
23
|
27
|
25
|
23
|
21
|
17
|
Cina
|
24
|
26
|
28
|
29
|
24
|
31
|
19
|
Thailand
|
31
|
34
|
31
|
30
|
29
|
27
|
32
|
Indonesia
|
43
|
46
|
47
|
57
|
58
|
59
|
60
|
Sumber:
IMD World Competitiveness Yearbook (WCY)
Data pada tabel I.1 sungguh sangat memprihatinkan. Posisi
daya saing yang cenderung makin menurun membuktikan bahwa banyak hal yang perlu
diperbaiki di negeri ini. Sebagai negara yang memiliki wilayah daratan sebesar
1,9 juta kilometer persegi dan luas wilayah lautan lebih dari 3,2 juta
kilometer persegi, serta kekayaan alamnya yang tersebar luas, sangat
disayangkan karena daya saing Indonesia jauh di bawah negara tetangga.
Faktor dalam menentukan daya saing menurut IMD World
Competitiveness Yearbook terbagi menjadi 4 kategori yaitu, kinerja ekonomi,
efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki
beberapa kriteria. IMD World Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat
dan menganalisis kemampuan suatu negara dalam menciptakan dan menjaga
lingkungan di mana perusahaan dapat bersaing. Persaingan akan membawa suatu
negara lebih kompetitif dibandingkan dengan negara lain.
Kinerja ekonomi terdiri dari 77 kriteria mengenai evaluasi
makro ekonomi domestik. Kriteria kinerja ekonomi meliputi ekonomi domestik,
perdagangan internasional, investasi internasional, pengangguran dan harga.
Efisiensi pemerintah terdiri dari 72 kriteria mengenai
kebijakan pemerintah yang mempengaruhi iklim kompetitif. Kriteria efisiensi
pemerintah meliputi keuangan publik, kebijakan fiskal, kerangka kerja
institusi, peraturan bisnis, dan kerangka kerja sosial.
Efisiensi bisnis terdiri dari 68 kriteria yang mempengaruhi
kinerja perusahaan dalam inovasi, keuntungan dan tanggung jawab. Kriteria
efisiensi bisnis meliputi produktivitas dan efisiensi, pasar tenaga kerja,
pembiayaan, perilaku dan praktik manajemen.
Gambar
I.1 Pertumbuhan Ekonomi dan Permintaan Agregat Indonesia
(2000
– 2005)
Sumber
: Bank Indonesia, diolah oleh DPKLTS Barasetra Pusat
Faktor infrastruktur terdiri dari 95 kriteria yang
berhubungan dengan segala kebutuhan dasar untuk bisnis, teknologi, ilmiah, dan
sumber daya manusia. Faktor infrastruktur meliputi infrastruktur dasar,
infrastruktur teknologi, infrastruktur ilmiah, kesehatan, lingkungan dan
pendidikan.
Grafik permintaan agregat Indonesia yang ditunjukkan pada
gambar I.1. Permintaan agregat adalah total atau kuantitas agregat output yang
bersedia dibeli pada tingkat harga yang diberikan, hal-hal lainnya konstan
(Samuelson dan Nordhaus, 2004). Gambar I.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi cenderung didominasi oleh konsumsi dan impor. Jumlah ekspor dan
investasi cenderung tidak stabil. Ekspor yang tinggi akan sangat membantu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Untuk meningkatkan ekspor, Indonesia harus
memiliki daya saing di pasar perdagangan internasional yang tinggi.
Soal Bab X
1. Makin banyak tenaga kerja yang
digunakan akan makin tinggi nilai barang tersebut, merupakan pengertian dari...
a. Labor Theory of value *
b. Absolute Advantage
c. Labor Efficiencye
d. Comparative Diadvantage
2. suatu barang yang dapat dihasilkan
dengan lebih murah dan mengimpor barang yang kalau dihasilkan sendiri memakan
ongkos yang besar, merupakan
pengertian dari...
a. Labor Theory of value
b. Term of Trade
c. Labor Efficiencye
d. Comparative Diadvantage *
3. Teori apa yang diperkenalkan oleh Marshall dan Edgeworth...
a. Opportunity Cost
b. Offer
Curve/Reciprocal Demand (OC/RD) *
c. Paradoks
Leontief
d. The
Proportional Factors Theory
4. Pada
tahun berapa daya saing perdangangan internasional indonesia makin terpuruk...
a. 2003 *
b. 2004
c. 2002
d. 2001
5. Dibawah ini yang bukan kategori
penentuan dayasaing IMD World Competitiveness Yearbook, yaitu...
a. Efesiensi bisnis
b. Infrastruktur
c. Kinerja ekonomi
d. Efesiensi pedangang *
BAB XI
Neraca Pembayaran, Arus Modal Asing,
dan Utang Luar Negeri
a.
Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran merupakan
suatu ikhtisar yang meringkas transaksi-transaksi antara penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain selama jangka waktu tertentu
(biasanya satu tahun). Neraca pembayaran mencakup pembelian dan penjualan
barang dan jasa, hibah dari individu dan pemerintahasing, dan transaksi
finansial. Umumnya neraca pembayaran terbagi atas neraca transaksi berjalan
(yang terdiri dari neraca perdagangan, neraca jasa dan transfer payment) dan
neraca lalu lintas modal dan finansial, dan item-item finansial.
Transaksi dalam neraca pembayaran
dapat dibedakan dalam dua macam transaksi.
1.
Transaksi
debit, yaitu transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang
(devisa) dari dalam negeri ke luar negeri. Transaksi ini disebut transaksi
negatif (-), yaitu transaksi yang menyebabkan berkurangnya posisi cadangan
devisa.
2.
Transaksi
kredit adalah transaksi yang menyebabkan mengalirnya arus uang (devisa) dari
luar negeri ke dalam negeri. Transaksi ini disebut juga transaksi positif (+),
yaitu transaksi yang menyebabkan bertambahnya posisi cadangan devisa negara.
b.
Arus
Modal Asing
Arus modal asing bisa mendatangkan manfaat yang
lebih besar ketimbang risikonya jika dikelola dengan benar. Diperkirakan hingga
akhir tahun ini arus modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai sekitar US$25
miliar. Manfaat tersebut antara lain, penurunan biaya bunga APBN, sumber
investasi swasta, pembiayaan Foreign Direct Investment (FDI) dan kedalaman
pasar modal. Sementara risikonya adalah terjadinya pembalikan, tekanan
penguatan rupiah dan gelembung ekonomi. Pemerintah perlu lebih aktif lagi untuk
mendorong perusahaan swasta untuk masuk bursa lewat penawaran saham perdana
(IPO) atau right issue. kemudian, memperbanyak penerbitan obligasi negara
dengan berbagai macam seri dan jangka waktu.
c.
Utang
Luar Negeri
Utang luar negeri atau pinjaman luar negeri, adalah sebagian
dari total utang suatu negara yang diperoleh dari para kreditor di luar negara tersebut. Penerima utang luar negeri dapat
berupa pemerintah, perusahaan, atau perorangan. Bentuk utang dapat berupa uang
yang diperoleh dari bank swasta, pemerintah negara lain, atau lembaga keuangan internasional seperti IMF dan Bank
Dunia.
Posisi Utang
Luar Negeri Indonesia
Sejak krisis ekonomi tahun 1997, Indonesia terus menerus
dibelit oleh utang. Kurang lebih separuh dari anggaran negaranya adalah untuk
pembayaran utang.
Utang luar negeri Indonesia lebih didominasi oleh utang
swasta. Berdasarkan data di Bank Indonesia, posisi utang luar negeri pada Maret 2006 tercatat US$ 134 miliar, pada Juni 2006 tercatat US$ 129 miliar dan Desember 2006 tercatat US$ 125,25 miliar.
Sedangkan untuk utang swasta tercatat meningkat dari US$ 50,05 miliar pada September 2006 menjadi US$ 51,13 miliar pada
Desember 2006.
Negara-negara donor bagi Indonesia adalah:
1. Jepang merupakan kreditur terbesar dengan USD
15,58 miliar.
2. Bank Pembangunan Asia (ADB) sebesar USS 9,106 miliar
3. Bank Dunia (World Bank) sebesar USD 8,103 miliar.
4. Jerman dengan USD 3,809 miliar, Amerika
Serikat USD 3,545 miliar
5. Pihak
lain, baik bilateral maupun multilateral sebesar USD 16,388 miliar.
Pembayaran utang
Utang luar negeri pemerintah memakan porsi anggaran
negara (APBN) yang terbesar dalam
satu dekade terakhir. Jumlah pembayaran pokok dan bunga utang hampir dua kali
lipat anggaran pembangunan, dan memakan lebih dari separuh penerimaan pajak. Pembayaran
cicilan utang sudah mengambil porsi 52% dari total penerimaan pajak yang
dibayarkan rakyat sebesar Rp 219,4 triliun. Jumlah utang negara Indonesia kepada sejumlah negara asing (negara
donor)di luar negeri pada posisi finansial 2006, mengalami penurunan sejak 2004
lalu sehingga utang luar negeri Indonesia kini 'tinggal' USD 125.258 juta atau
sekitar Rp1250 triliun lebih.
Pada tahun 2006, pemerintah Indonesia melakukan
pelunasan utang kepada IMF. Pelunasan sebesar 3,181,742,918 dolar AS merupakan
sisa pinjaman yang seharusnya jatuh tempo pada akhir 2010. Ada tiga
alasan yang dikemukakan atas pembayaran utang tersebut, adalah meningkatnya
suku bunga pinjaman IMF sejak kuartal ketiga 2005 dari 4,3 persen menjadi 4,58
persen; kemampuan Bank
Indonesia (BI) membayar
cicilan utang kepada IMF; dan masalah cadangan
devisa dan kemampuan kita
(Indonesia) untuk menciptakan ketahanan.
Utang Luar Negeri Indonesia 2014
·
Utang
luar negeri (ULN) Indonesia pada Januari 2014 tercatat USD269,3 miliar sehingga
tumbuh 7,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan Desember 2013
sebesar 4,6% (yoy). Peningkatan pertumbuhan tersebut terutama dipengaruhi
oleh kenaikan posisi ULN sektor swasta sebesar 12,2% (yoy) menjadi USD141,4
miliar. Sementara itu, posisi ULN sektor publik tumbuh sebesar 1,9% (yoy)
menjadi USD127,9 miliar. Jika dibandingkan dengan posisi bulan sebelumnya, ULN
sektor swasta hanya tumbuh 0,6%, sementara ULN sektor publik meningkat
3,5% * (mtm).
·
Berdasarkan
jangka waktu, kenaikan pertumbuhan ULN terutama terjadi pada ULN jangka
panjang. ULN berjangka panjang pada Januari 2014 tumbuh 7,1% (yoy), lebih
tinggi dari pertumbuhan bulan Desember 2013 sebesar 4,1% (yoy). Sementara itu,
ULN berjangka pendek tumbuh 7,0% (yoy), sedikit lebih lambat dibandingkan
dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,1% yoy. Pada Januari 2014, ULN
berjangka panjang tercatat sebesar USD222,8 miliar, atau mencapai 82,7% dari
total ULN. Dari jumlah tersebut, ULN berjangka panjang sektor publik
mencapai USD121,5 miliar (95,0% dari total ULN sektor publik), sementara ULN
berjangka panjang sektor swasta sebesar USD101,3 miliar (71,7% dari total ULN
swasta).
·
Untuk
ULN swasta, peningkatan pertumbuhan terjadi pada ULN sektor finansial dan
sektor pengangkutan & komunikasi. ULN sektor swasta terutama terarah
pada lima sektor ekonomi, yaitu sektor keuangan (pangsa 26,5% dari total ULN
swasta), sektor industri pengolahan (pangsa 20,4%), sektor pertambangan dan
penggalian (pangsa 18,1%), sektor listrik, gas, dan air bersih (pangsa 11,6%),
dan sektor pengangkutan dan komunikasi (pangsa 7,6%). Dari kelima sektor
tersebut, dua sektor yaitu sektor keuangan dan sektor pengangkutan dan
komunikasi mencatat kenaikan pertumbuhan pada Januari 2014 masing-masing
sebesar 11,1% (yoy) dan 5,8% (yoy), dari bulan sebelumnya sebesar 5,7% (yoy)
dan 4,4% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor pertambangan dan
penggalian dan sektor industri pengolahan tumbuh sebesar 20,4% (yoy) dan 11,7%
(yoy), lebih lambat dari 26,1% (yoy) dan 12,1% (yoy) pada bulan sebelumnya. Di
sisi lain, ULN sektor listrik, gas, dan air bersih masih mengalami
kontraksi sebesar 1,7% (yoy).
·
Bank
Indonesia memandang perkembangan ULN tersebut masih cukup sehat dalam menopang
ketahanan sektor eksternal tercermin pada posisi ULN Januari 2014 yang cukup
terkendali di level 30,8% dari PDB.Peningkatan pertumbuhan ULN Januari 2014
antara lain tidak terlepas dari kebutuhan kebutuhan pembiayaan ekonomi,
termasuk melalui utang luar negeri. Ke depan, Bank Indonesia akan terus
memantau perkembangan ULN Indonesia, terutama ULN jangka pendek swasta,
sehingga tetap optimal mendukung perekonomian Indonesia.
Soal Bab XI
1. Suatu ikhtisar yang meringkas
transaksi-transaksi antara penduduk suatu negara dengan penduduk
negara lain selama jangka waktu tertentu, merupakan pengertian dari...
a. Ikhtisar LabaRugi
b. Arus Modal
c. Neraca Pembayaran *
d. Neraca
2. Transaksi yang menyebabkan berkurangnya
posisi cadangan devisa adalah ...
a. Seimbang
b. Negarif *
c. Kurang
d. Positif
3. Manfaat apa yang akan didapat dari arus modal asing,
kecuali...
a. penurunan biaya bunga APBN
b. sumber investasi swasta
c. pembiayaan Foreign Direct Investment
d. tekanan penguatan rupiah *
4. Gelembung
Ekonomi dan Tekanan Penguatan rupiah merupakan resiko dari...
a. Ikhtisar LabaRugi
b. Arus Modal Asing *
c. Neraca Pembayaran
d. Neraca
5. Sebagian dari total utang suatu
negara yang diperoleh dari para kreditor di
luar negara, disebut...
a. Efesiensi bisnis
b. Neraca Pembayaran
c. Arus Modal Asing
d. Utang Luar Negeri *
Referensi :