V.
Kemiskinan Dan
Kesenjangan
1.
Konsep Dan Pengertian Kemiskinan
1.1
Konsep
Kemiskinan
Kemiskinan dapat dilihat dari dua sisi
yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut dan
kemiskinan relatif adalah konsep kemiskinan yang mengacu pada kepemilikan
materi dikaitkan dengan standar kelayakan hidup seseorang atau kekeluarga.
Kedua istilah itu menunjuk pada perbedaan sosial (social distinction) yang ada
dalam masyarakat berangkat dari distribusi pendapatan. Perbedaannya adalah
bahwa pada kemiskinan absolut ukurannya sudah terlebih dahulu ditentukan dengan
angka-angka nyata (garis kemiskinan) dan atau indikator atau kriteria yang
digunakan, sementara pada kemiskinan relatif kategori kemiskinan ditentukan
berdasarkan perbandingan relatif tingkat kesejahteraan antar penduduk.
Untuk melihat lebih jauh kondisi
kemiskinan yang terjadi di Indonesia berikut ini ditampilkan tabel perkembangan
jumlah penduduk miskin yang terjadi di daerah perkotaan dan pedesaan beserta
persentase penduduk miskin.
1.2
Pengertian Kemiskinan
Sebagai suatu kondisi,
kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang hidup di
bawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia disebabkan
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sementara sebagai suatu
proses, kemiskinan merupakan proses menurunnya daya dukung terhadap hidup
seseorang atau sekelompok orang, sehingga pada gilirannya ia atau kelompok
tersebut tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dan tidak pula mampu mencapai
taraf kehidupan yang dianggap layak sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai manusia.
Secara umum, istilah
miskin atau kemiskinan dapat dengan mudah kita artikan sebagai suatu kondisi
yang kurang atau minim. Dalam hal ini konsep kurang maupun minim dilihat secara
komparatif antara kondisi nyata kehidupan pribadi atau sekelompok orang di satu
pihak dengan kebutuhan pribadi atau sekelompok orang di lain pihak. Pengertian
minim disini bersifat relatif, dapat berbeda dengan rentang waktu yang berbeda.
Dapat pula berbeda dengan lingkungan yang berbeda (Siagian, 2012: 2-4).
Beberapa ahli
mengemukakan definisi kemiskinan :
a)
Mencher (dalam
Siagian, 2012: 5) mengemukakan, kemiskinan adalah gejala penurunan kemampuan
seseorang atau sekelompok orang atau wilayah sehingga mempengaruhi daya dukung
hidup seseorang atau sekelompok orang tersebut, dimana pada suatu titik waktu
secara nyata mereka tidak mampu mencapai kehidupan yang layak.
b)
Pearce (dalam
Siagian, 2012: 7) mengemukakan, kemiskinan merupakan produk dari interaksi
teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan sumber daya manusia serta
kelembagaan.
c)
Castells (dalam
Siagian, 2012: 10) mengemukakan, kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang
berada di bawah standar kebutuhan hidup minimum agar manusia dapat bertahan
hidup.
2.
Garis Kemiskinan
Garis Kemiskinan (GK)
Konsep:
1.
Garis Kemiskinan
(GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran
perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan dikategorikan sebagai penduduk
miskin.
2.
Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang
disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket komoditi kebutuhan
dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan,
daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan
lemak, dll)
3.
Garis Kemiskinan
Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang,
pendidikan dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non makanan diwakili
oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.
Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM
GK =
Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan
Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan
Teknik penghitungan GKM
·
Tahap pertama
adalah menentukan kelompok referensi (reference populaion) yaitu 20 persen
penduduk yang berada diatas Garis Kemiskinan Sementara (GKS). Kelompok
referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marginal. GKS dihitung
berdasar GK periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum (IHK). Dari
penduduk referensi ini kemudian dihitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan
Garis Kemiskinan Non-Makanan (GKNM).
·
Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran dari 52 komoditi dasar makanan
yang riil dikonsumsi penduduk referensi yang kemudian disetarakan dengan 2100
kilokalori perkapita perhari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan
dan Gizi 1978. Penyetaraan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan
dilakukan dengan menghitung harga rata-rata kalori dari ke-52 komoditi
tersebut. Formula dasar dalam menghitung Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah
:
Dimana :
GKMj = Gris Kemiskinan Makanan daerah j (sebelum disetarakan menjadi 2100
kilokalori).
Pjk = Harga
komoditi k di daerah j.
Qjk = Rata-rata
kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah j.
Vjk = Nilai
pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah j.
j
= Daerah (perkotaan atau pedesaan)
Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori dengan mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut daerah j dari penduduk referensi, sehingga :
Dimana :
Kjk = Kalori dari komoditi k di
daerah j
HKj = Harga rata-rata kalori di
daerah j
Dimana :
Fj = Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang menghasilkan energi
setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari.
·
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan nilai kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih yang meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan. Pemilihan jenis barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan pola konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari 14 komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun 1998 terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan dan 25 sub kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan minimum perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan menggunakan suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap total pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data Susenas modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket Komoditi Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per komoditi non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul Konsumsi. Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :
Dimana:
NFp = Pengeluaran minimun non-makanan atau garis kemiskinan non makanan
daerah p (GKNMp).
Vi = Nilai pengeluaran per komoditi/sub-kelompok non-makanan daerah p (dari
Susenas modul konsumsi).
ri = Rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok non-makanan menurut daerah
(hasil SPPKD 2004).
i = Jenis komoditi non-makanan terpilih di daerah p.
p = Daerah (perkotaan atau pedesaan).
3.
Penyebab Dan Dampak Kemiskinan
3.1 Penyebab Kemiskinan
Kemiskinan
banyak dihubungkan dengan:
·
penyebab individual, atau patologis, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si
miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak
mengukur pemasukan.
·
penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan
dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota
keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
·
penyebab sub-budaya (subcultural), yang
menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau
dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda
dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
·
penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai
akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh
dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh
orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
·
penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa
kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai
akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara
terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang
diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau
rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000:107) sebagai
berikut :
1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan
pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi pendapatan timpang,
penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan
kualitasnya rendah.
2. kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya
manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas
juga rendah, upahnyapun rendah.
3.
kemiskinan muncul sebab
perbedaan akses dan modal
Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.
Sendalam ismawan (2003:102) mengutarakan bahwa penyebab kemiskinan dan keterbelakangan adalah persoalan aksesibilitas. Akibat keterbatasan dan ketertiadaan akses manusia mempunyai keterbatasan (bahkan tidak ada) pilihan untuk mengembangkan hidupnya, kecuali menjalankan apa terpaksa saat ini yang dapat dilakukan (bukan apa yang seharusnya dilakukan). Dengan demikian manusia mempunyai keterbatasan dalam melakukan pilihan, akibatnya potensi manusia untuk mengembangkan hidupnya menjadi terhambat.
4.
Pertumbuhan, Kesenjangandan Kemiskinan
Pertumbuhan
Kesenjangan
Merupakan hubungan antara
pertumbuhan dan kesenjangan.
Hubungan
antara tingkat kesenjangan pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi dapat
dijelaskan dengan Kuznet Hypothesis. Hipotesis ini berawal dari pertumbuhan
ekonomi (berasal dari tingkat pendapatan yang rendah berasosiasi dalam suatu
masyarakat agraris pada tingkat awal) yang pada mulanya menaik pada tingkat
kesenjangan pendapatan rendah hingga pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu
selanjutnya kembali menurun. Indikasi yang digambarkan oleh Kuznet didasarkan
pada riset dengan menggunakan data time series terhadap indikator kesenjangan
Negara Inggris, Jerman, dan Amerika Serikat.
Pemikiran
tentang mekanisme yang terjadi pada phenomena “Kuznet” bermula dari transfer
yang berasal dari sektor tenaga kerja dengan produktivitas rendah (dan tingkat
kesenjangan pendapatannya rendah), ke sektor yang mempunyai produktivitas
tinggi (dan tingkat kesenjangan menengah). Dengan adanya kesenjangan antar
sektor maka secara subtansial dapat menaikan kesenjangan diantara tenaga kerja
yang bekerja pada masing-masing sektor (Ferreira, 1999, 4).
Versi
dinamis dari Kuznet Hypothesis, menyebutkan kan bahwa kecepatan pertumbuhan
ekonomi dalam beberapa tahun (dasawarsa) memberikan indikasi naiknya tingkat
kesenjangan pendapatan dengan memperhatikan initial level of income (Deininger
& Squire, 1996). Periode pertumbuhan ekonomi yang hampir merata sering
berasosiasi dengan kenaikan kesenjangan pendapatan yang menurun.
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi
ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian ,
tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan.
5.
Indikator Kesenjangan Dan Kemiskinan
5.1
INDIKATOR KESENJANGAN
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan dalam distribusi
pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan
stochastic dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari
kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the generalized
entropy (GE), ukuran atkinson, dan koefisien gini.
Yang paling sering dipakai adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini
berada pada selang 0 sampai dengan 1. Bila 0 : kemerataan sempurna (setiap
orang mendapat porsi yang sama dari pendapatan) dan bila 1 : ketidakmerataan
yang sempurna dalam pembagian pendapatan.
Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari kurva lorenz.
Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh kurva
lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketidakmerataan
distribusi pendapatan.
5.2
INDIKATOR KEMISKINAN
Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbeda-beda.
Ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah
yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan
dan bukan makanan (BPS, 1994). Untuk kebutuhan minimum makanan digunakan
patokan 2.100 kalori per hari. Sedangkan pengeluaran kebutuhan minimum bukan
makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan, sandang, serta aneka barang dan
jasa.
Dengan kata lain, BPS menggunakan 2 macam pendekatan, yaitu pendekatan
kebutuhan dasar (basic needs approach) dan pendekatan Head Count Index. Pendekatan
yang pertama merupakan pendekatan yang sering digunakan. Dalam metode BPS,
kemiskinan dikonseptualisasikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan
dasar. Sedangkan Head Count Index merupakan ukuran yang menggunakan kemiskinan
absolut. Jumlah penduduk miskin adalah jumlah penduduk yang berada di bawah
batas yang disebut garis kemiskinan, yang merupakan nilai rupiah dari kebutuhan
minimum makanan dan non makanan. Dengan demikian, garis kemiskinan terdiri dari
2 komponen, yaitu garis kemiskinan makanan (food line) dan garis kemiskinan non
makanan (non food line).
Untuk mengukur kemiskinan terdapat 3 indikator yang diperkenalkan oleh
Foster dkk (1984) yang sering digunakan dalam banyak studi empiris. Pertama,
the incidence of proverty : presentase dari populasi yang hidup di dalam
keluarga dengan pengeluaran konsumsi perkapita dibawah garis kemiskinan,
indeksnya sering disebut rasio H. Kedua, the dept of property yang menggambarkan dalamnya kemiskinan disuatu
wilayah yang diukur dengan indeks jarak kemiskinan (IJK), atau dikenal dengan
sebutan proverty gap index. Indeks ini mengestimasi jarak/perbedaan rata-rata
pendapatan orang miskin dari garis kemiskinan sebagai suatu proporsi dari garis
tersebut.
6.
Kemiskinan Di Indonesia
Menurut Remi dan Tjiptoherijanto (2002:1) upaya menurunkan
tingkat kemiskinan di Indonesia telah dimulai awal tahun 1970-an diantaranya
melalui program Bimbingan Masyarakat (Bimas) dan Bantuan Desa (Bandes). Tetapi
upaya tersebut mengalami tahapan jenuh pada pertengahan tahun 1980-an, yang
juga berarti upaya penurunan kemiskinan di tahun 1970-an tidak maksimal,
sehingga jumlah orang miskin pada awal 1990-an kembali naik. Disamping itu
kecenderungan ketidakmerataan pendapatan nasional melebar yang mencakup antar
sektor, antar kelompok, dan ketidakmerataan antar wilayah.
Berdasarkan data Bank Dunia
jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai 20% tetapi
telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215 juta jiwa.
Hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan,
juga karena infrastruktur yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan
masyarakat memperbaiki kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem,
dan juga tidak terlepas dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui
memang terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara
bangsa, bahkan hampir seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan
kemiskinan.
Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak tidak bisa mengenyam pendidikan
yang berkualitas, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak
adanya investasi, kurangnya akses ke pelayanan publik, kurangnya lapangan
pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan perlindungan terhadap keluarga,
menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota dengan tujuan memperbaiki
kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan menyebabkan jutaan rakyat memenuhi
kebutuhan pangan, sandang dan papan secara terbatas. Kemiskinan menyebabkan
masyarakat desa rela mengorbankan apa saja demi keselamatan hidup, kemiskinan
menyebabkan banyak orang melakukan prilaku menyimpang, harga diri diperjual
belikan hanya untuk mendapatkan makan.
Masyarakat miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi
keuntungan bagi mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor
perekonomian lokal dan menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang
dikeluarkan. Para buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah
yang sangat sedikit.Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat
masyarakat kita terjebak dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan
menggantungkan harapannya dari budi baik pemerintah melalui pemberian bantuan.
kemiskinan juga dapat meningkatkan angka kriminalitas, kenapa penulis
mengatakan bahwa kemiskinan dapat meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya
adalah karna mereka (simiskin) akan rela melakukan apa saja untuk dapat
mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri, membunuh, mencopet, bahkan jika ada
hal yang lebih keji dari itu ia akan tega dan berani melakukannya demi
hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus kita salahkan. kemiskinan
seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan yang tak ada
habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani persoalan
kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri ketimbang
memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan dan
membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
Ada beberapa
hal yang menyebabkan kemiskinan yang melanda di indonesia antara lain:
1.
Kualitas sumber daya manusia
itu sendiri
Seorang
manusia tidak akan menjadi miskin jika memiliki kualitas yang baik,memiliki
skill,pendidikan yang bagus dan hal lain yang akan membuatnya menjadi seseorang
yang dibutuhkan dan mempunyai kemampuan,dan di Indonesia permasalahan
pendidikan belum teratasi sepenuhnya,walaupun anggaran untuk pendidikan sudah
dinaikan tapi tetap saja masalah pendidikan masih belum bisa diatasi secara
keseluruhan,hal inilah yang menyebabkan masih banyak penduduk indonesia yang
tidak memiliki kualitas pendidikan bagus,maka dari itu bagaimana mau memiliki
kualitas sumber manusia yang bagus jika manusianya tidak memiliki pendidikan
yang bagus.lalu bagaimana pula mau mengolah kekayaan alam yang begitu melimpah
ini jika SDM nya sendiri tidak mampu mengolahnya secara maksimal.
2.
Sistem pemerintahan di
Indonesia yang masih belum maksimal
Salah satu penyebab lainnya dari kemiskinan
adalah dari sitem pemerintahannya,karena jika suatu sistem pemerintahan bekerja
dengan maksimal,maka pemerataan kesejahteraan rakyatnyapun akan tinggi,baik itu
dari pendapatan rata-ratanya,kualitas pendidikannya dan hal lain yang merupakan
faktor penentu kesejahteraan itu sendiri,lalu bagaimana dengan di
Indonesia,mungkin kita semua sudah tahu bagaimana sistem pemerintahan yang ada
di Indonesia,memang semua kebijakannya terdengar bagus dan dirasa dapat menanggulangi
masalah kemiskinan ini,tapi dalam kenyataannya apakah seluruh
kebijakan itu dapat diwujudkan, karena banyak dari
oknum-oknum pemerintahan itu sendiri yang tidak memberi kinerja secara
baik,bahkan melakukan tindakan kriminal seperti korupsi,yang membuat anggaran
untuk menanggulangi kemiskinan tidak terealisasi secara maksimal,belum lagi
kinerja DPR kita melakukan hal-hal kontroversial yang dirasa tidak perlu oleh
masyarakat,padahal DPR adalah lembaga legislatif yang sangat berpengaruh
terhadap pemerintahan di Indonesia.
3.
Pengangguran
Salah satu hal yang juga menyebabkan
kemiskinan adalah pengangguran,tentu saja seseorang bisa menjadi
miskin jika dia tidak mampu menghasilkan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya,dan tingkat pengangguran di Indonesia bisa dibilang cukup tinggi.
7.
Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Faktor-faktor Penyebab
Kemiskinan
Secara umum faktor-faktor penyebab
kemiskinan secara kategoris dengan menitikberatkan kajian pada sumbernya
terdiri dari dua bagian besar, yaitu :
1. Faktor
Internal, yang dalam hal ini berasal dari dalam individu yang mengalami
kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk kekurangmampuan,
yang meliputi :
a) Fisik
misalnya cacat, kurang gizi, sakit-sakitan.
b) Intelektual,
seperti : kurangnya pengetahuan, kebodohan, miskinnya informasi.
c) Mental
emosional atau temperamental, seperti : malas, mudah menyerah dan putus asa.
d) Spiritual,
seperti : tidak jujur, penipu, serakah dan tidak displin.
e) Sosial
psikologis, seperti : kurang motivasi, kurang percaya diri, depresi, stress,
kurang relasi dan kurang mampu mencari dukungan.
f) Keterampilan,
seperti : tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan tuntutan lapangan kerja.
g) Asset,
seperti : tidak memiliki stok kekayaan dalam bentuk tanah, rumah, tabungan,
kendaran dan modal kerja.
2. Faktor
Eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau keluarga yang mengalami
dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu titik waktu menjadikannya
miskin, meliputi :
a) Terbatasnya
pelayanan sosial dasar.
b) Tidak
dilindunginya hak atas kepemilikan tanah sebagai asset dan alat memenuhi
kebutuhan hidup.
c) Terbatasnya
lapangan pekerjaan formal dan kurang terlindunginya usaha-usaha sektor infomal.
d) Kebijakan
perbankan terhadap layanan kredit mikro dan tingkat bunga yang tidak mendukung
serta usaha mikro.
e) Belum
terciptanya sistem ekonomi kerakyatan dengan prioritas sektor riil masyarakat
banyak.
f) Sistem
mobilisasi dan pendayagunaan dana sosial masyarakat yang belum optimal, seperti
zakat.
g) Dampak
sosial negatif dari program penyesuaian struktural (structural adjusment
program).
h) Budaya
yang kurang mendukung kemajuan dan kesejahteraan.
i)
Kondisi geografis yang sulit, tandus,
terpencil atau daerah bencana.
j)
Pembangunan yang lebih berorientasi
fisik material.
k) Pembangunan
ekonomi antar daerah yang belum merata.
l)
Kebijakan publik yang belum berpihak
kepada penduduk miskin. (Siagian, 2012: 114-116)
8.
Kebijakan Anti Kemiskinan
Kebijakan anti kemiskinan dan distribusi
pendapatan mulai muncul sebagai salah satu kebijakan yang sangat penting dari
lembga-lembaga dunia, seperti Bank Dunia, ADB, UNDP, ILO, dan lain-lain. Pada
tahun 1970, pada saat komite dari PBB untuk Perncanaan Pembangunan menyiapkan
suatu deklarasi untuk Dekade pembangunan Kedua dari PBB, mendeklarasikan bahwa
penurunan kemiskinan lewat percepatan proses pembangunan, penyempurnaan
distribusi pendapatan, dan perubahan-perubahan sosial lainnya (kesempatan
kerja, pendidikan, kesehatan, dan perumahan) sebagai tujuan terpenting dari suatu
strategi pembangunan internasional yang tepat.
Baru-baru ini PBB mencanagkan Tujuan
Pembangunan Abad Milenium “Milenium Development Goals”
yang harus dicapai 191 negara anggotanya pada tahun 2015. Ada 8 target yang
harus dicapai yang salah satunya focus langsung terhadap permasalahan
keiskinan. Kedelapan target tersebut adalah sebagai berikut :
a) Meniadakan
kemiskinan dan kelaparan ekstrem
b) Mencapai
pendididkan dasar secara universal
c) Meningkatkan
kesetaraan jender dan memberdayakan wanita
d) Mengurangi
tingkat kematian anak
e) Memperbaiki
kesehatan Ibu
f) Mengurangi
HIV/AIDS, malaria, dan penyakit-penyakit lainnya
g) Menjamin
kelestarian lingkungan hidup
h) Membentuk
sebuah kerjasama global untuk pembangunan
Untuk mendukung strategi yang tepat
dalam memerangi kemiskinan, diperlukan intervensi-intervensi pemerintah yang
sesuai dengan sasaran atau tujuan perantaranya dapat dibagi menurut waktu,
yakni jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Intervensi jangka pendek,
terutama pembangunan sektor pertanian, usaha kecil, dan ekonomi perdesaan.
Pembangunan transportasi, komunikasi, energi dan keuangan, peningkatan
keikutsertaan masyarakat sepenuhnya dalam pembangunan, dan proteksi sosial juga
merupakan intervensi jangka pendek yang sangat penting.
Sedangkan intervensi jangka menengah dan
panjang yang penting
adalah :
a) Pembangunan/penguatan
sektor swasta
b) Kerja
sama regional
c) Manajemen
pengeluaran pemerintah (APBN) dan administrasi
d) Desentralisasi
e) Pendidikan
dan kesehatan
f) Penyediaan
air bersih dan pembangunan perkotaan
g) Pembagian
tanah pertanian yang merata
Soal
Bab V Kemiskinan dan Kesenjangan
1.
Kemiskinan merupakan produk dari
interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan sumber daya manusia serta
kelembagaan, merupakan definisi kemiskinan dari...
a)
Mencher
b)
Pearce *
c)
Castells
d)
Rehcen
2.
Pertama-tama apa yang harus dilakukan
dalam menentukan Garis Kemiskinan Makanan...
a)
menentukan
kelompok referensi *
b)
Menghitung Garis
Kemiskinan Makanan
c)
Menghitung GK
periode sebelumnya yang di-inflate dengan inflasi umum
d)
minimumkan
makanan
3.
Sebutkan penyeban kemiskinan secara
macro menurut Koncoro...
a)
kemiskinan muncul
karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan
distribusi pendapatan timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam
jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah *
b)
penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa
kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial
c)
penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan
dengan pendidikan keluarga.
d)
penyebab individual, atau patologis, yang melihat
kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin
4.
Apa
penyebab kemiskinan yang melanda indonesia, Kecuali...
a)
Kualitas sumber daya manusia
itu sendiri
b)
Sistem pemerintahan di
Indonesia yang masih belum maksimal
c)
Sistem pemerintah yang sangat baik *
d)
Pengangguran
5.
Faktor-faktor Internal dari penyebab
kemiskinan adalah...
a)
Fisik, Raga, Ego
b)
Intelektual, Mental,Spiritual *
c)
Keterampilan, Fisik, Raga
d) Asset,
Modal, Fisik
VI.
Pembangunan
Ekonomi Daerah Dan Otonomi Daerah
1.
Uu Otonomi Daerah
Otonomi daerah merupakan implementasi
dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang
menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara Indonesia dan
pelaksanaan pemerintahan di Indonesia. Ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi
daerah di Indonesia tercantum dalam pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945
yang menyebutkan bahwa:
“Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Selanjutnya Undang-Undang Dasar 1945 memerintahkan pembentukan UU
Otonomi Daerah untuk mengatur mengenai susunan dan tata cara penyelenggaraan
pemerintahan daerah, sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 18 ayat (7), bahwa:
“Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur
dalam undang-undang”.
Ketentuan tersebut diatas menjadi payung hukum bagi pembentukan UU
otonomi daerah di Indonesia, sementara UU otonomi daerah menjadi dasar bagi
pembentukan peraturan lain yang tingkatannya berada di bawah undang-undang
menurut hirarki atau tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Otonomi daerah di Indonesia dilaksanakan segera setelah gerakan
reformasi 1998. Tepatnya pada tahun 1999 UU otonomi daerah mulai diberlakukan.
Pada tahap awal pelaksanaannya, otonomi daerah di Indonesia mulai diberlakukan
berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Setelah diberlakukannya UU ini, terjadi perubahan yang besar terhadap struktur
dan tata laksana pemerintahan di daerah-daerah di Indonesia.
(sumber
: http://otonomidaerah.com/uu-otonomi-daerah/)
2.
Perubahan Penerimaan Daerah Dan Peranan Pendapatan
Asli Daerah
Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja
berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya
birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat
preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan
akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab,
diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada
saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan
retribusi daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan
terkini.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa
perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
·
Target pendapatan dalam
APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah).
·
Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami
sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang
dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer.
·
Jika dalam APBD “murni” target
PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk
kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk
belanja kegiatan dalam APBD-P.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan
pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat
dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah
sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam
mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha
peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang
Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham
kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu
sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat
digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah
sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan
tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah. (Mamesa, 1995:30)
Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa
pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber
dana pembiayaan pembangunan daerah pada Kenyataannya belum cukup memberikan
sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah
menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli
daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan
daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli
daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah
dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan
asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004).
3.
Pembangunan Ekonomi Regional
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah
daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu
lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan
ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan
pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi
tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan
kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada
penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada
kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya
manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini
mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari
daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan kesempatan kerja
baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Setiap upaya pembangunan
ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis
peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan
tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama
mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah
berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber
daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk
merancang dan membangun perekonomian daerah.
Pembangunan ekonomi nasional sejak PELITA I memang telah memberi
hasil positif bila dilihat pada tingkat makro. Tingkat pendapatan riil
masyarakat rata-rata per kapita mengalami peningkatan dari hanya sekitar US$50
pada pertengahan dekade 1960-an menjadi lebih dari US$1.000 pada pertengahan
dekade 1990-an. Namun dilihat pada tingkat meso dan mikro, pembangunan selama
masa pemerintahan orde baru telah menciptakan suatu kesenjangan yang besar,
baik dalam bentuk personal income, distribution, maupun dalam bentuk
kesenjangan ekonomi atau pendapatan antar daerah atau provinsi.
4.
Faktor-Faktor Penyebab Ketimpangan
Secara umum faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan
ekonomi antar provinsi di Indonesia diuraikan sebagai berikut :
1. Konsentrasi
kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor
yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari
daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomoi tinggi cenderung tumbuh pesat,
sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendah akan cenderung
mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah.
Ada
dua (2) masalah utama dalam pembangunan ekonomi nasional selama ini. Yaitu :
terutama Jawa, dengan berbagai alasan ekonomis maupun politis atau strategis.
Dua, yang dimaksud dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi atau
prosesnya lambat. Hal terakhir ini disebabkan oleh berbagai faktor, yaitu :
1. Sebagian
besar input untuk berproduksi di impor dari luar, bukanya di supali dari dari
daerah. Oleh karena itu, keterkaitan produksi ke belakang atau keterkaitan
produksi antara industry hilir (downstream industry) di Jawa dan industry hulu
(upstream industry) di luar Jawa sangat lemah.
2. Sektor-sektor
primer di daerah-daerah luar Jawa melakukan ekspor tanpa memprosesnya terlebih
dahulu untuk mendapatkan nilai mendapatkan nilai tambah atau kalau memprosesnya
terlebih dahulu di pulau Jawa sehingga Jawa yang menikmati nilai tambahnya.
3. Kegiatan
ekspor yang bersumber dari daeah di luar Jawa (baik primer maupun dari industry
hulu atau midstream industry) pada hasil ekspor lebih banyak dinikmati oleh
Jawa.
Jadi, kurang berkembangnya sector
industry manufaktur di luar Jawa merupakan salah satu penyebab kesenjagan
ekonomi antar Jawa dan wilayah di luar Jawa. Sedangkan faktor-faktor yang
menyebabkan sebagian besar industry penting di Indonesia, dalam arti
kontriusinya yang besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDB dan
kesempatan kerja, tidak berada di luar Jawa karena keterbatasan-keterbatasan di
kawasan tersebut, seperti pasar local kecil, infrastruktur terbatas, dan kurang
sumber daya manusia; walaupun banyak provinsi di wilayah tersebut, seperti DI
Aceh, Riau, Kalimantan, dan Irian Jaya, memiliki sumber daya yang cukup.
2. Alokasi
Investasi
Indikator
lain yang juga menunjukkan pola serupa seperti pola distribusi nilai tambah
(NT) industry antar provinsi adalah distribusi investasi langsung, baik yang
bersumber dari luar negeri (penanaman modal asing-PMA) maupun dari dalam negeri
(penanaman modal dalam negeri-PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari
Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat investasi
dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat dikatakan bahwa kurangnya investasi di
suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per
kapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi
yang produktif, seperti industry manufaktur.
3. Tingkat
Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kurang
lancarnya mobilitas faktor produksi, seperti tenaga kerja dan capital, antar
provinsi juga merupakan terjadinya ketimpangan ekonomi regional. Dasar teorinya
adalah sebagai berikut. Perbedaan laju pertumbuhan ekonomi antar provinsi
membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi sejak
perbedaan tersebut, dengan asumsi bahwa mekanisme pasar output dan iput bebas
(tanpa distorsi yang direkayasa, misalnya sebagai akibat dari suatu kebijakan
pemerintah), mempenagruhi mobilitas atau re alokasi faktor produksi antar
provinsi. Sesuai teori dari A. Lewis yang dengan unlimited supply of
labor, jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, maka
pada akhirnya pembangunan ekonomi yang optimal antar daerah akan tercapai dan
semua daerah akan lebih baik (dalam pengertian Pareto optimal: semua daerah
mengalami better off).
4. Perbedaan
Sumber Daya Alam (SDA) Antar Provinsi
Dasar
pemikiran “klasik” sering mengatakan bahwa pembangunan ekonomi di daerah yang
kaya sumber daya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan di daerah yang miskin sumber daya alamnya. Dalam arti sumber daya
harus dilihat hanya sebagai modal awal untuk pembangunan, yang selanjutnya
harus dikembangkan terus. Untuk maksud ini diperlukan faktoro-faktor lain,
diantaranya yang sangat penting adalah teknologi dan sumber daya manusia.
Jadi,
dengan semakin pentingnya penguasaan teknologi dan peningkatan sumber daya
manusia, faktor endowments lambat laun akan tidak relevan lagi. Bukti
menunjukkan bahwa Negara-negara naju di Asia Tenggara dan Timur, seperti,
Jepang, Korea Selatan, Taiwan , dan Singapura, adalah Negara-negara yang sangat
miskin sumber daya alam. Pengalaman mereka menujukkan bahwa faktor-faktor di
luar sumber daya alam jauh lebih penting dalam menentukan maju tidaknya
pembangunan ekonomi di suatu wilayah.
5. Perbedaan
Kondisi Demografis Antar Wilayah
Ketimpangan
ekonomi regional di Indonesia, disebabkan oleh perbedaan kondisi demografis
antar provinsi, terutama dalam hal jumlah dan pertumbuhan penduduk, tingkat
kepadatan penduduk, pendidikan, kesehatan, disiplin masyarakat, dan etos kerja.
Faktor-faktor ini mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
lewat sisi permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah penduduk
yang besar merupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor
pendorong bagi pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi. Dari sisi penawaran,
jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesejahteraan yang baik,
disiplin yang tinggi, dan etos kerja yang tinggi merupakan asset penting bagi
produksi.
6. Kurang
Lancarnya Perdagangan Antar Provinsi
Kurang
lancarnya perdagangan antar daerah (intra-regional trade) juga merupakan unsure
yang turut menciptakan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia.
Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang modal,
input perantara, bahan baku, material-material lainnya untuk produksi, dan
jasa. Jadi, tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah pembangunan
dan pertumuhan ekonomi suatu provinsi lewat sisi permintaan dan sisi penawaran.
Dari sisi permintaan, kelangkaan barang dan jasa untuk konsumen mempengaruhi
permintaan pasar terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi local yang sifatnya
komplementer dengan barang dan jasa tersebut (misalnya antara pembelian motor
yang diimpor dari provinsi lain dan permintaan terhadap topi pengaman (helm)
yang diproduksi local) atau yang sifatnya pendukung (misalnya bengkel atau jasa
reparasi motor). Sedangkan dari sisi penawaran, sulitnya mendapatkan barang
modal, seperti mesin dan alat-alat transportasi, input perantara, dan bahan
baku atau material lainnya, dapat menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu
provinsi lumpuh atau tidak beroperasi secara optimal, yang selanjutnya berarti
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan per kapita provinsi tersebut rendah
5.
Pembangunan Indonesia Bagian Timor
1.
Kasus Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Hasil pembangunan ekonomi nasional selama pemerintahan
orde baru menunjukkan bahwa walaupun secara nasional laju pertumbuhan ekonomi
nasional rata-rata per tahun tinggi namun pada tingkat regional proses
pembangunan selama itu telah menimbulkan suatu ketidak seimbangan pembangunan
yang menyolok antara indonesia bagian barat dan indonesia bagian timur. Dalam
berbagai aspek pembangunan ekonomi dan sosial, indonesia bagian timur jauh
tertinggal dibandingkan indonesia bagian barat.
Tahun 2001 merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi
daerah yang dilakukan secara serentak diseluruh wilayah indonesia. Pelaksanaan
otonomi daerah diharapakan dapat menjadi suatu langkah awal yang dapat
mendorong proses pembangunan ekonomi di indonesia bagian timur yang jauh lebih
baik dibanding pada masa orde baru. Hanya saja keberhasilan pembangunan ekonomi
indonesia bagian timur sangat ditentukan oleh kondisi internal yang ada, yakni
berupa sejumlah keunggunlan atau kekeuatan dan kelemahan yang dimiliki wilayah
tersebut.
2.
Keunggulan wilayah Indonesia Bagian
Timur
Keunggulan atau kekeuatan yang
dimiliki Indonesia bagian timur adalah sebagai berikut:
1. Kekayaan sumber daya alam
2. Posisi geografis yang strategis
3. Potensi lahan pertanian yang cukup luas
4. Potensi sumber daya manusia
Sebenarnya dengan
keunggulan-keunggulan yang dimiliki indonesia bagian timur tersebut, kawasan
ini sudah lama harus menjadi suatu wilayah di Indonesia dimana masyarakatnya
makmur dan memiliki sektor pertanian, sektor pertambangan, dan sektor industri
manufaktur yang sangat kuat. Namun selama ini kekayaan tersebut disatu pihak
tidak digunakan secara optimal dan dipihak lain kekayaan tersebut dieksploitasi
oleh pihak luar yang tidak memberi keuntungan ekonomi yang berarti bagi
indonesia bagian timur itu sendiri.
3. Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian
Timur
Indonesia bagian timur juga memiliki
bagian kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan.
Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Kelemahan yang dimiliki
Indonesia bagian timur diantaranya adalah:
1. Kualitas sumber daya manuasia yang masih rendah
2. Keterbatasan sarana infrastruktur
3. Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik masih lemah
4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan masih rendah
6.
Teori Dan Analisis Pembangunan Ekonomi Daerah
Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada
perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum
di gunakan adalah teori basis ekonomi,teori lokasi dan teori daya tarik
industri.
1.
Teori
pembangunan ekonomi daerah
a. Teori basis
ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu
utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b. Teori lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan
atau pengembangan kawasan industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori
ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari
keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu ,
pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan
meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan
tempat bahan baku dan pasar.
c. Teori daya
tarik industry
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia
sering di pertanyakan. Jenis – jenis industri apa saja yang tepat untuk
dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah masalah membangun fortofolio industri
suatu daerah.
2.
Model
analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode yang
umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah; salah
satu di antaranya adalah metode analisis shift-share (SS), location questitens,
angka pengganda pendapatan , analisis input output (i-o) ,dan model perumbuhan
Harold-domar. Berikut adalah sebagian penjelasan dari model analisis dalam
pembagunaan daerah.
a. Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di analisis
kinerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang
lebih besar ( nasional).
b. Location
Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan
ekonomi atau sector di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah
perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor
yang sampai di tingkat yang sama.
c. Angka
Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi
kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau
peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d. Analisis
Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang
sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat
keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah
tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
antara AS dan AD.
Soal
Bab VI Pembangunan Ekonomi Daerah Dan Otonomi Daerah
1. Pada
Pasal dan Ayat berapakah ketentuan mengenai pelaksanaan otonomi daerah...
a) Pasal
18 Ayat 7
b) Pasal
18 Ayat 2 *
c) Pasal
2 Ayat 18
d) Pasal
18 Ayat 3
2. Apa
Isi dari Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 Ayat 7...
a)
Pemerintahan
daerah propinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantua
b)
kota
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
c)
Susunan
dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang *
d)
urusan
pemerintahan diatur dalam undang-undang
3. Apa penyebab
anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan,
Kecuali...
a)
dianggarkan terlalu rendah *
b)
tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat
penyusunan anggaran
c)
penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini
d)
perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah
4. Dibawah
ini yang bukan faktor penyabab Ketimpangan adalah...
a)
alokasi investasi
b)
demografis yang sama *
c)
tingkat mobilitas
d)
perbedaan SDA antar provinsi
5. Apa
keunggulan dari Wilayah Indonesia bagian Timor...
a)
Kualitas
sumber daya manuasia yang masih rendah
b)
Partisipasi
masyarakat dalam pembangunan masih rendah
c)
Keterbatasan
sarana infrastruktur
d) Kekayaan sumber daya alam *
VII.
Sektor Pertanian
1.
Sektor Pertanian Di Indonesia
Sektor pertanian sebagai salah satu
sektor pendukung perekonomian Indonesia merupakan sektor yang relative lebih
tahan dan lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi dibandingkan sektorsektor
lainnya karena lebih mengandalkan pemanfaatan sumberdaya domestik daripada
komponen impor.
Berdasarkan
IT dan IB tersebut diperoleh nilai tukar petani (NTP) untuk bulan Januari 2003.
NTP Provinsi Jawa Barat dan DI. Yogyakarta masingmasing naik menjadi 134,13
persen dan 131,00 persen. Sedangkan NTP Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur
menurun menjadi 124,81 persen dan 118,25 persen.
2.
Nilai Tukar Petani
1.
Pengertian
umum :
·
NTP
merupakan indikator proxy kesejahteraan petani
·
NTP
merupakan perbandingan antara Indeks harga yg diterima petani (It) dengan
Indeks harga yg dibayar petani (Ib).
2.
Arti
Angka NTP :
·
NTP
> 100, berarti petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih besar
dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik lebih besar dari
pengeluarannya.
·
NTP
= 100, berarti petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya
sama dengan persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan
petani sama dengan pengeluarannya.
·
NTP<
100, berarti petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif lebih
kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan petani
turun, lebih kecil dari pengeluarannya.
3.
Kegunaan
dan Manfaat
·
Dari
Indeks Harga Yang Diterima Petani (It), dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga sebagai data
penunjang dalam penghitungan pendapatan sektor pertanian.
·
Dari
Indeks Harga Yang Dibayar Petani (Ib), dapat dilihat fluktuasi harga
barang-barang yang dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian terbesar dari
masyarakat di pedesaan, serta fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk
memproduksi hasil pertanian. Perkembangan Ib juga dapat menggambarkan perkembangan
inflasi di pedesaan.
·
NTP
mempunyai kegunaan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual petani
dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi rumah tangga.
·
Angka
NTP menunjukkan tingkat daya saing produk pertanian dibandingkan dengan produk
lain. Atas dasar ini upaya produk spesialisasi dan peningkatan kualitas produk
pertanian dapat dilakukan.
4.
Cakupan
Komoditas
·
Sub
Sektor Tanaman Pangan seperti: padi, palawija
·
Sub
Sektor Hortikultura seperti : Sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias &
tanaman obat-obatan
·
Sub
Sektor Tanaman Perkebunan Rakyat (TPR) seperti: kelapa, kopi robusta, cengkeh,
tembakau, dan kapuk odolan. Jumlah komoditas ini juga bervariasi antara daerah
·
Sub
Sektor Peternakan seperti : ternak besar (sapi, kerbau), ternak kecil (kambing,
domba, babi, dll), unggas (ayam, itik, dll), hasil-hasil ternak (susu sapi,
telur, dll)
·
Sub
Sektor Perikanan, baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya.
3.
Investasi Di Sektor Pertanian
Investasi di sector pertanian
tergantung :
·
Laju pertumbuhan output
·
Tingkat daya saing global komoditi
pertanian
Investasi:
·
Langsung => Membeli mesin
·
Tdk Langsung => Penelitian & Pengembangan
Hasil
penelitian:
·
Supranto (1998) => laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN
& PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi
(gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 7.1 Investasi di
sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
Pertanian
|
2.735
|
4.545
|
7.128
|
15.284
|
Manufaktur
|
24.032
|
31.922
|
43.342
|
59.218
|
·
Simatupang (1995) => kredit perbankan lebih byk megalir ke sektor
non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 7.2 Kredit
Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Penurunan ini disebabkan ROI sector
pertanian +/- 15 %,shg tdk menarik.
Sektor
|
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
||
Pertanian
|
7.846
|
8.956
|
9.841
|
11.010
|
||
Manufaktur
|
11.346
|
13.004
|
15.324
|
15.102
|
||
|
|
|||||
|
||||||
4.
Keterkaitan Pertanian Dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomi =>
kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa
laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri
manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur
diawali dg revolusi sector pertanian.
Alasan sector pertanian harus kuat dlm proses
industrialisasi:
·
Sektor pertanian kuat =>
pangan terjamin => tdk ada lapar=> kondisi sospol stabil
·
Sudut Permintaan =>
Sektor pertanian kuat => pendapatan riil perkapita naik =>
permintaan oleh petani thd produk industri manufaktur naik berarti industri
manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
·
Sudut Penawaran => permintaan produk pertanian sbg bahan
baku oleh industri manufaktur.
Kelebihan output siktor pertanian
digunakan sbg sb investasi sektor industri manufaktur spt industri kecil
dipedesaan.
Kenyataan di Indonesia
keterkaitan produksi sektor pertanian dam industri manufaktur sangat lemah dan
kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.
Soal
Bab VII Sektor Pertanian
1.
Apa yang dimaksud dengan NTP...
a) Indikator proxy kesejahteraan petani
*
b) Indeks harga yg diterima petani
c) Indeks harga yg dibayar petani
d) Indokator
Harga
2.
Apa manfaat keberadaan sektor pertanian
di indonesia...
a) Sektor yang kurang fleksibel dan salah satu sektor pendukung
b)
Mengandalkan pemanfaatan sumberdaya
komponen impor
c) Sektor
yang relative lebih tahan dan lebih fleksibel terhadap krisis ekonomi *
d)
Sektor pertanian sebagai salah satu
sektor utama perekonomian Indonesia
3.
Apa kegunaan NTP...
a)
mengukur
kemampuan tukar produk yang dijual petani dengan produk yang dibutuhkan petani
dalam produksi dan konsumsi rumah tangga *
b)
meningkatkan
daya saing produk pertanian
c)
peningkatan
kualitas produk pertanian
d)
perubahan kebijakan tentang produk dan retribusi
petani
4.
Dibawah ini yang bukan cakupan komoditas
nilai tukar petani adalah...
a)
Sektor
Hortikultura
b)
Sektor
Tanaman Pangan
c)
Sektor
Peternakan
d)
Sektor
Perkebunan *
5.
Apa yang di perhatikan saat investasi di
sektor pertanian, Kecuali...
a)
Kualitas
pemasukan *
b)
Meningkatnya
pendapatan
c)
Tingkat daya saing global komoditi
pertanian
d) Laju pertumbuhan output
VIII.
Industri Di
Indonesia
1.
Konsep Dan Tujuan Industrilialisasi
Industrialisasiè
suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan
perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong
perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi
merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan
ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam
meilmpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa
industrialisasi.
(sumber : kuswanto.staff.gunadarma.ac.id)
2.
Faktor-Faktor Pendorong Industrilialisasi
Faktor pendorong industrialisasi (perbedaan intesitas
dalam proses industrialisasi antar negara) :
a)
Kemampuan
teknologi dan inovasi
b)
Laju
pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c)
Kondisi
dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri
dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin
alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat
d)
Besar
pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk.
Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi
e)
Ciri
industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap
implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f)
Keberadaan
SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi
g)
Kebijakan/strategi
pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi
ekspor.
(sumber : kuswanto.staff.gunadarma.ac.id)
3.
Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Industri diklasifikasikan:
a)
Industri
primer/hulu yaitu mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah)
menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap
selanjutnya
b)
Industri
sekunder/manufaktur yang mencakup: industri pembuat modal (mesin), barang
setengah jadi dan alat produksi, dan industri hilir yang memproduksi produk
konsumsi
A. Pertumbuhan
output.
Pertumbuhan output yang tinggi disebabkan oleh permintaan
eksternal yang tinggi. Pertumbuhan PDB 3 sektor penting di LDCs sebagai
berikut:
Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di
Negara Berkembang 1970 -1995 (%)
Sektor
|
Laju Pertumbuhan Rata rata
|
Pangsa dari Kontribusi thd Pertumbuhan PDB
|
||||||
Pertanian
|
2,7
|
3,4
|
2,4
|
2,9
|
10,5
|
16
|
8,2
|
13,9
|
Manufaktur
|
6,8
|
4,6
|
6,9
|
5,9
|
21,3
|
26
|
32,1
|
22,9
|
Jasa
|
6,3
|
3,6
|
4,5
|
4,9
|
50,3
|
49,4
|
46,4
|
47,6
|
PDB
|
5,7
|
3,5
|
4,7
|
4,6
|
100
|
100
|
100
|
100
|
§ Laju pertumbuhan output rata rata pertahun untuk sektor
manufaktur (22,9 %) lebih tinggi dari pertanian (13,9%) periode 1970 – 1995.
§ Kontribusi thd pertumbuhan PDB 1970 – 1980 (21,3 %) &
1990 – 1995 (32,1%)
§ Pertmbuhan output sektor manufaktur karena permintaan
eksternal èekspor tinggi
Sumber
Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Asia Timur & Tenggara
1970 -1995 (%)
Sektor
|
Laju Pertumbuhan Rata rata
|
Pangsa dari Kontribusi thd Pertumbuhan PDB
|
||||||
Pertanian
|
1,9
|
3,2
|
3,3
|
2,7
|
23,6
|
22,4
|
22,1
|
26,2
|
Manufaktur
|
4,3
|
6,9
|
4,6
|
5,4
|
15,5
|
17,2
|
15,9
|
15,0
|
Jasa
|
4,3
|
6,2
|
5,1
|
5,2
|
49,4
|
49,4
|
52,7
|
46,1
|
PDB
|
3,3
|
5,3
|
4,5
|
4,3
|
100
|
100
|
100
|
100
|
§ Laju pertumbuhan PDB wilayah ini rata rata pertahun 7,4%
periode 1970 – 1995 lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dunia 2,9 % dan laju
pertumbuhan PDB negara berkembang 4,6 %
Tingkat perkembangan industri manufaktur dapat dilihat
dari pendalaman struktur industri itu sendiri. Struktur industri:
1.
Ragam
produk è barang
konsumsi, sederhana, barang konsumsi dg kandungan
teknologi yanglebih canggih, barang modal,
2.
Intensitas
pemakain faktor produksiè barang dengan padat karya dan barang
dengan padat modal
3.
Orinetasi
pasar è barang
domestik & barang ekspor
B. Pendalaman
Struktur Industri.
Pembangunan ekonomi jangka panjang dapat merubah pusat
kekuatan ekonomi dari pertanian menuju industri dan menggeser struktur industri
yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.
Perubahan struktur industri disebabkan oleh
a)
Penawaran
aggregatè perkembangan teknolgi, kualitas SDM, inovasi material
baru untuk produksi
b)
Permintaan
aggregatè peningkatan pendapatan perkapita yang mengubah volume
& pola konsumsi
Distribusi PDB Per Sektor pada Harga Konstan 1983 -1998
(Milyar Rupiah)
Sektor
|
1983
|
Harga Konstan 1993
|
|||||
1993
|
1994
|
1995
|
1996
|
1997
|
1998
|
||
Primer:
1. Pertanian
2. Pertambangan
|
33,872
17,765
16,107
|
90,460
58,963
16,107
|
92,553
59,291
31,497
|
97,387
61,885
33,262
|
101,567
63,828
35,502
|
103,006
64,478
37,739
|
102,341
64,988
38,538
|
Sekunder:
1. Manufaktur
2. Listrik, gas & Air
3. Konstruksi
|
14.807
9,896
314
4,597
|
99,359
73,556
3,290
22,513
|
112,210
82,649
3,703
25,585
|
125,127
91,637
4,292
29,198
|
140,061
102,260
4,877
32,914
|
148,456
107,630
5,480
35,346
|
121,465
94,848
5,582
21,035
|
Tersier:
1. Perdag,
Hotel,
Restoran
2. Transportasi &
Komunikasi
3. Bank & Keuangan
4.
Penyewaan & Real
Estate
5.
Jasa Lainnya
|
28,944
11,419
4,098
2,359
2,356
8,712
|
139,956
55,298
23,249
14,005
9,695
37,709
|
149,880
59,504
25,189
15,945
10,087
39,155
|
161,279
64,231
27,329
18,109
10,643
40,967
|
172,170
69,475
29,701
18,887
11,266
42,841
|
181,785
73,524
31,783
19,956
11,826
44,696
|
152,246
60,253
26,975
13,173
9,476
42,369
|
PDB
|
77,623
|
329,776
|
354,641
|
383,792
|
413,797
|
433,246
|
376,051
|
§ Sejak
th 1983 -1990 Sektor primer turun, sedangkan sector sekunder & tersier
meningkat
§
Dekade
1980, Pangsa PDB sector primer lebih tinggi dari industri manufaktur
§
1990
Pangsa PDB sector manufakturlebih tinggi dari sektor premier
§
Lju
pertumbuhan sektor primer lebih lambat dari sektor sekunder dan tersier
Pertumbuhan PDB pada Harga Konstan 1995 -1998 (%)
Sektor
|
Harga Konstan 1993
|
|||
1995
|
1996
|
1997
|
1998*)
|
|
1.
Pertanian
2.
Pertambangan
3.
Manufaktur
4.
Listrik Gas & Air
5. Konstruksi
6. Perdag,
Hotel, Restoran
7. Transportasi &
Komunikasi
8.
Bank & Keuangan
9.
Jasa Lainnya
|
4,38
6,74
10,88
15,91
12,92
7,94
8,5
11,04
3,27
|
3
5,82
11,59
12,78
12,76
8
8,68
9
3,4
|
0,72
1,71
6,42
12,75
6,43
5,8
8,31
6,45
2,84
|
0,22
-4,16
-12,88
3,7
39,74
18,95
12,8
26,74
4,71
|
PDB
|
8,22
|
7,98
|
4,71
|
13,68
|
PDB
tanpa Migas
|
9,24
|
8,34
|
5,45
|
14,78
|
*)
Angka Sementara
§ Tahun
1995 Pertumbuhan PDB 4,38 % dan th 1998 menurun sampai menjadi 0,22% sebagai
akibat krisis
§ Listrik Gas & Air mampu bertahan thd
krisis
§
Pertanian tetap tumbuh karena ekspor
mengalami pertumbuhan positif sebagai akibat dari kurs rupah yang jatuh, shg harga produk murah
Berdasarkan
analisis tingkat pendalaman struktur industri:
§
Orientasi
perkembangan industri manuafktur di Indonesia masih pada barang
konsumsi sederhana seperti makanan, minuman
pakaian jadi sampail bambu, rotan & kayu
§
Sisi
permintaan aggergat, pasar domestik barang konsumsi berkembang pesat
seiring laju
penduduk & peningkatan pendapatan masyarakat per kapita
§
Sisi
penawaran aggregat, Sarana dan prasarana menunjang untuk produksi
barang
konsumsi tersebut dibandingkan barang modal
§
Aspek
teknolgi, kandungan teknologi barang konsumsi lebih rendah
C. Tingkat
Teknologi produk manufaktur.
Teknologi yang digunakan dalam industri manufaktur
mencakup:
a)
Tekonolgi
tinggi mencakup: komputer, obat-obatan, produk elektronik, alat komunikasi dan
sebagainya
b)
Teknologi
sedang mencakup: plastik, karet, produk logam sederhana, penyulingan minyak,
produk mineral bukan logam
c)
Teknolgi
rendah mencakup: kertas, percetakan, tekstil, pakaian jadi, minuman, rokok, dan
mebel
Tingkat Teknologi produksi manufaktur beberapa negara
Negara
|
Tek. Tinggi
|
Tek. Sedang
|
Tek. Rendah
|
|||
1985
|
1997
|
1985
|
1997
|
1985
|
1997
|
|
Taiwan
|
33
|
52
|
34
|
31
|
33
|
17
|
Korsel
|
36
|
53
|
30
|
29
|
34
|
18
|
Malaysia
|
34
|
51
|
30
|
30
|
36
|
19
|
Filipina
|
23
|
38
|
19
|
20
|
58
|
42
|
Indonesia
|
15
|
28
|
47
|
25
|
38
|
47
|
India
|
33
|
40
|
30
|
29
|
37
|
31
|
Polandia
|
30
|
33
|
32
|
30
|
39
|
37
|
Argentina
|
34
|
30
|
19
|
22
|
47
|
48
|
Afrika Selatan
|
25
|
26
|
40
|
39
|
35
|
34
|
Pertumbuhan ekspor Indonesia menurut intensitas FP.
Jumlah jenis produk
|
Jenis produk
|
Nilai ekspor (US$juta)
|
% Pertumbuhan
1995
|
|
1994
|
1995
|
|||
16
|
Padat SDA
|
12.604,8
|
14.617,4
|
16
|
11
|
Padat Karya dengan ketrampilan rendah
|
8.028
|
8.606,5
|
9,7
|
7
|
Padat Karya dengan ketrampilan tinggi
|
2.688,2
|
3.093,9
|
15,1
|
4
|
Padat teknologi tinggi
|
1.032,3
|
1.304,4
|
26,3
|
Kinerja Sektor Manufaktur 1985-1997 (%)
|
Perub. Struktural
|
Pertumbahan
Rata-Rata Per Tahun (%)
|
|||||
1985
|
1997
|
1999
|
|
1985-88
|
1989-93
|
1994-99
|
|
% NTM
% Manufaktur dalam Ekspor
|
11
14
|
23
47
|
23
47
|
NTM
EM
E4
|
12
33
36
|
22
27
28
|
12
7
1
|
NTM = Nilai tambah manufaktur, EM = Ekspor manufaktur, E4
= Ekspor 4 produk unggulan: kayu lapis, tekstil, pakaian jadi dan alas kaki.
§ Sebelum
krisis mengalami kenaikan
§ Selama
krisis mengalami penurunan
Struktur Output Asean1980-1995 (%)
Negara
|
Nilai
Tambah dari PDB
|
|||||
Pertanian
|
Industri
Manufaktur
|
Jasa
|
||||
1980
|
1995
|
1980
|
1995
|
1980
|
1995
|
|
Indonesia
|
24
|
16
|
13
|
24
|
34
|
41
|
Malaysia
|
22
|
13
|
21
|
3
|
40
|
44
|
Filipina
|
25
|
22
|
26
|
23
|
36
|
46
|
Myanmar
|
47
|
63
|
10
|
7
|
41
|
28
|
Singapura
|
1
|
0
|
29
|
27
|
61
|
64
|
Thailand
|
23
|
11
|
22
|
29
|
48
|
49
|
Vietnam
|
|
28
|
|
22
|
|
42
|
§ Kontribusi pembentukan PDB dari industri manufaktur
relative kecil dibanding
malaysia dan
thailand
Pertumbuhan Output Asean1980-1995 (%)
Negara
|
Nilai
Tambah dari PDB
|
|||||
Pertanian
|
Industri
Manufaktur
|
Jasa
|
||||
1980-90
|
1990-93
|
1980-90
|
1990-93
|
1980-90
|
1990-93
|
|
Indonesia
|
3,4
|
2,9
|
12,6
|
11,2
|
7
|
7,4
|
Malaysia
|
3,8
|
2,6
|
8,9
|
13,2
|
4,2
|
8,6
|
Filipina
|
1,0
|
1,6
|
0,2
|
1,8
|
2,8
|
2,7
|
Myanmar
|
0,5
|
5,1
|
-0,2
|
7
|
0,7
|
5,5
|
Singapura
|
-6,2
|
0,5
|
6,6
|
8,3
|
7,2
|
8,4
|
Thailand
|
24,0
|
3,1
|
9,5
|
11,6
|
7,3
|
7,8
|
D. Ekspor
Kinerja
ekspor dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan industry manufaktur.
Tingkat
Ekspor Manufaktur dan Sahamnya dalam Ekspor Total. (US$)
|
Ekspor
Manufaktur per US1,000 dari PDB
|
%
pangsa dalam ekspor total
|
||||
1985
|
1997
|
%/TAHUN
|
1985
|
1997
|
BEDA
|
|
Thailand
|
69
|
267
|
12
|
38
|
71
|
33
|
Korsel
|
293
|
267
|
-1
|
91
|
91
|
0
|
Malaysia
|
136
|
611
|
13
|
27
|
77
|
50
|
Filipina
|
40
|
135
|
11
|
27
|
45
|
18
|
Indonesia
|
31
|
132
|
15
|
14
|
52
|
28
|
India
|
25
|
66
|
8
|
58
|
74
|
16
|
Polandia
|
102
|
138
|
3
|
63
|
73
|
10
|
Argentina
|
20
|
28
|
3
|
21
|
34
|
13
|
Afrika Selatan
|
Na
|
91
|
15
|
Na
|
58
|
-
|
E. Ketergantungan
Impor
Ketergantungan
terhadap impor juga merupakan indicator keberhasilan pembangunan sector
industry.
Saldo
Neraca Perdagangan Manufaktur Indonesia (US$ milyar)
Periode
|
Nilai
ekspor
|
Nilai
impor
|
Saldo
|
1975-1981
|
0,8
|
6,3
|
-5,5
|
1982-1984
|
1,8
|
10,3
|
-8,5
|
1985-1988
|
3,9
|
8,8
|
-4,9
|
1989-1993
|
13,4
|
18,6
|
-5,1
|
1994-1997
|
24,4
|
29,5
|
-5,1
|
1998-1999
|
27,2
|
16,9
|
10,3
|
(sumber : kuswanto.staff.gunadarma.ac.id)
4.
Permasalahan Industrilialisasi
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan
di DCs, hal ini karena :
1.
|
Keterbatasan teknologi
2.
Kualitas
Sumber daya Manusia
3.
Keterbatasan
dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
4.
Kerja
sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
masih rendah
Masalah dalam industri manufaktur nasional:
1.
Kelemahan
struktural
§
Basis
ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam
& TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a.
terbatas
pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b.
Pasar
tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki
& Norwegia
c.
USA,
Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil & pakaian
jadi dari Indonesia
d.
Produk
penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah
terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar
terbatas
e. Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami
penurunan harga muncul pesaing
baru seperti cina & vietman
f. Produk
manufaktur tradisional menurun daya saingnya sbg akibat factor internal seperti
tuntutan kenaikan upah
§ Ketergantungan
impor sangat tinggi
1990,
Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia,
elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan
assembling dengan hasil:
a.
Nilai impor bahan baku, komponen &
input perantara masih tinggi diatas 45%
b. Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi &
kulit bergantung kepada impor bahan
baku, komponen & input
perantara masih tinggi.
c.
PMA
sector manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku &
komponen dari LN
d.
Peralihan
teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan
organisasi dan
keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e.
Pengembangan
produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan
pemasaran masih terbatas
§
Tidak
ada industri berteknologi menengah
a.
Kontribusi
industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen)
thd
pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
b.
Kontribusi
produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas,
besi & baja) thd ekspor menurun 1985 – 997
c.
Produksi
produk dg teknologi rendah berkembang pesat.
§ Konsentrasi
regional
Industri mnengah & besar terkonsentrasi di Jawa.
2.
Kelemahan
organisasi
§
Industri
kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahè Jumlah Tk masih banyak (padat Karya)
§
Konsentrasi
Pasar
§
Kapasitas
menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
§
SDm
yang lemah
(sumber : kuswanto.staff.gunadarma.ac.id)
5.
Strategi Pembangunan Sektor Industri
Startegi pelaksanaan
industrialisasi:
1. Strategi
substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan
mengembangkan industri berorientasi domestic yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan
strategi ini adalah Korea Taiwan
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
§
Sumber
daya alam & Faktor produksi cukuo tersedia
§
Potensi
permintaan dalam negeri memadai
§
Sebagai
pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
§
Kesempatan
kerja menjadi luas
§
Pengurangan
ketergantungan impor, shg defisit berkurang
2. Strategi
promosi ekspor (outward Looking)
Beorientasi ke pasar internasional dalam usaha
pengembangan industri dalam
negeri yang memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
§
Pasar
harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang
ybs baik pasar input maupun output
§
Tingkat
proteksi impor harus rendah
§
Nilai
tukar harus realistis
§
Ada
insentif untuk peningkatan ekspor
(sumber : kuswanto.staff.gunadarma.ac.id)
Soal
Bab VIII Industri di Indonesia
1.
Pada abad keberapakah terjadinya
revolusi industri dunia...
a)
Abad
11
b)
Abad 8 *
c)
Abad
1
d)
Tahun 8
2.
Apa faktor pendorong
industrilialisasi...
a) Berdasarkan pangsa pasar
b)
Keberadaan SDA
c) Salah
semua
d)
Benar semua *
3.
Industru pembuat modal barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri
hilir,
merupakan pengertian dari...
a)
Industri
primer
b)
Industri
hulu
c)
Semua
salah *
d)
Industri tersier
4.
Apa yang diperhatikan saat perkembangan
industri manufaktur...
a)
Ragam
produk
b)
Intensitas
pemakaian faktor produksi
c)
Orientasi
pasar
d)
Semua
benar *
5.
Apa penyeban industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan
di DCs...
a)
Semua
salah
b)
Keterbatasan
teknologi
c)
Semua benar *
d) Kualisat SDM
0 komentar:
Posting Komentar